Friday, September 28, 2012

Whenever I Meet You in The Airport





Title : Whenever I Meet You in The Airport
Length : Oneshoot
Genre : Angst , sad romance
Casts : Chanyeol - Exo K
HaNi - OC                              
Author : ssdnn (Nia)
Rating : General

Oke. Mian saya lama banget update blog nyaTT.TT
Ini semua gara - gara saya ngincer ngerjain FF yang lainnya buat ikutin kontes FF gituu~~
Oke, sebagai permintaan maafnya, saya ga mau banyak cincangcingcong lagi.__.

So, Happy Reading~

PS : DON'T BE SILENT READER AND NO BASHING, PLEASE!
HARGAIN HASIL KARYA AUTHOR!!


***
“Chanyeol!! Chanyeol!!” teriak para penggemar ketika aku keluar dari Bandara Incheon, bandara Korea Selatan. Lagi – lagi, aku melihat gadis itu diantara kerumunan penggemarku. Setelah melakukan konser keliling Asia, kini aku kembali lagi ke Seoul dan seperti biasanya, gadis itu membawa papan namaku setinggi 1 meter dan mengenakan kaos yang bergambarkan diriku dengan dipadu celana jeans panjang miliknya.
Selama ini, ia selalu ada dan tak pernah absen saat aku sedang berada di bandara. Mungkin memang ada beberapa penggemar yang se-fanatik itu. Tapi yang membuatku selalu melihat kearahnya adalah setiap tetes darah yang mengalir tanpa henti dari hidungnya. Ia tetap memegang papan nama itu dan berteriak – teriak, walaupun sekarang darah itu telah menetes ke baju putihnya yang –seperti kukatakan tadi- bergambar diriku.
Aku tersenyum tipis saat melihat perjuangannya untuk menemuiku dan mengabaikan darahnya. ‘Ia bahkan seakan lupa pada penyakitnya ketika aku keluar saat itu.’ batinku seraya menaiki mobil yang telah dipesankan oleh manager tadi.

***

Kini aku berada di Bandara Gimpo, bandara Pulau Jeju. Aku menyusuri setiap orang yang berteriak memanggil namaku. ‘Kemana gadis mimisan itu?’ tanyaku dalam hati. Walaupun aku sudah mengelilingi bandara ini, tapi tetap saja sosoknya itu tak tertangkap oleh mataku.

Seminggu setelah itu, aku kembali lagi ke Bandara Gimpo. Karena kebetulan jadwalku yang tidak begitu padat, aku bersama managerku menetap di Jeju untuk sementara waktu.
Tiba – tiba, aku merasa mataku menangkap sesosok orang yang sudah tak asing lagi. Ia masih tetap sama, mengenakan baju putih bergambar diriku, celana jeans panjang sambil membawa papan nama itu. Tapi bedanya, papan nama itu kini tak sebesar dulu lagi. Kurasa, ia menggantinya dengan karton manila agar lebih mudah dibawa. Dan terakhir, kini aku melihatnya menggunakan kursi roda.
Aku menatap matanya secara intens dan perlahan tapi pasti, aku menghampirinya. “Hey!” sapaku saat aku berada di depannya. “C-Chanyeol-ssi?!” pekiknya lalu seketika itu juga, ia pingsan tepat dihadapanku.

Aku membawanya ke rumah sakit. Entah mengapa, tapi jantungku berdebar tak karuan saat melihatnya terkulai lemas seperti itu. “Ia terkena penyakit leukemia, Chanyeol-ssi.” ucap sang dokter kepadaku. ‘Deg.’ seketika itu juga, aku merasa dunia berhenti berputar dan udara disekitarku semakin menipis saat ini. “Sampai kapan ia bisa bertahan hidup?” tanyaku dengan pandangan kosong kearah dokter itu. “Saya tak dapat mengontrol kehidupan manusia maupun meramalkan jangka hidupnya, Chanyeol-ssi. Tapi menurut saya, gadis ini tak mampu untuk bertahan lebih lama lagi. Ada lagi yang anda ingin tanyakan, Chanyeol-ssi? Baiklah kalau begitu, saya permisi.” kata dokter itu dan berlalu pergi setelah aku menjawab pertanyaannya itu dengan sebuah gelengan pelan.

“Siapa namamu?” tanyaku kepada gadis itu ketika ia membuka matanya. “C-Chanyeol-ssi?! Dimana ini?” tanyanya dengan heran. Hampir saja aku tertawa melihat mukanya yang kelewat polos itu jika aku tidak mengingat bahwa ia sedang sakit. “Kau di rumah sakit. Tadi kau pingsan setelah aku menyapamu. Siapa namamu?” tanyaku padanya setelah menjelaskan kejadian yang tadi itu. “E-Eh? Namaku HaNi, Chanyeol-ssi.” jawabnya kaku. “Ya Tuhan! Apakah aku bermimpi? Kurasa setelah ini, Kau boleh mengambil nyawaku karna aku telah bertemu dengan Chanyeol..” gumamnya pelan namun masih bisa kudengar. “Tidak. Kau tidak boleh mati. Kau adalah inspirasiku untuk tetap tersenyum dan membagi senyumku. Bagiku, kau adalah matahari yang menerangi bumi. Jika kau mati, maka siapa yang akan menerangi bumi ini? Dan siapa yang akan kuperhatikan lagi pada saat aku berjalan keluar dari bandara? Aku ingin agar mata dan senyumku menjadi hal yang pertama kali kau lihat saat pagi hari, sore hari atau pun malam hari. Aku ingin agar kau dapat melihatku dan hanya melihatku saat kau tersadar atau pun terbangun dari alam bawah sadarmu. Atau setidaknya aku akan menitipkanmu pada temanku atau aku akan menuliskan sepucuk surat jika aku berhalangan untuk hadir di depanmu.” ucapku panjang lebar, menentang gumamannya yang tadi.
Ia terdiam. Aku tersenyum kepadanya lalu tiba – tiba saja, aku memeluknya tanpa sebab. “Jangan lakukan hal – haln bodoh selama aku tidak ada. Aku tak ingin kehilangan matahariku.” ucapku lalu pergi meninggalkannya.

Selama seminggu penuh, aku selalu mengunjunginya setiap pagi, siang dan malam. Untuk mengatasi kesunyian yang terkadang menyelimuti kami, tak jarang aku membacakannya sebuah novel yang selama ini belum pernah kubaca.
“Dan laki – laki itu menggenggam tangan si gadis lalu menyatakan perasaannya. Ia berjanji untuk tetap bersama si gadis walau satu diantara mereka atau bahkan walau mereka berdua jatuh sakit, walau rambut mereka telah memutih atau pun walau mereka mati nanti, ia berjanji untuk menjaga gadis itu, apa pun yang terjadi.” ucapku kepadanya yang langsung disambut dengan dengkuran halus.
Aku merogoh telepon genggam yang sedari tadi telah bergetar di saku celanaku. Setelah membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh manager, aku segera menuliskan sepucuh surat untuk HaNi.

Selamat Hari Valentine, HaNi! Semoga kau mendapatkan banyak kasih sayang pada hari ini. Hari ini, aku akan menjalankan syuting film perdanaku dan itu adalah alasan mengapa aku tidak menjengukmu pada pagi ini. Aku akan kembali pukul 4 sore dan semoga harimu menyenangkan!” tulisku dan berlalu pergi.

Jantungku berdegup kencang saat aku memilihkan cincin untuk gadis itu. Aku berencana untuk melamarnya pada hari ini juga, Hari Valentine. Dengan bermodal cincin yang kuhias dengan setetes darahku yang membentuk ukiran inisal namaku dan dirinya, aku melangkahkan kakiku menuju rumah sakit itu.

Aku sungguh terkejut ketika aku tak menemukan dirinya di dalam ruangan itu. Aku hanya dapat melihat sebuah ranjang polos yang diatasnya terdapat sebuah boneka beruang dengan kalung liontin dan sepucuh surat. Yang kutahu, itu adalah boneka yang selama ini ia peluk dan ia tak dapat tidur jika boneka itu tidak di dekatnya. “Maaf, ia sudah berpulang ke surga sejak 3 jam yang lalu, Chanyeol-ssi.” ucap salah satu suster yang baru saja membereskan beberapa peralatan HaNi yang tertinggal.

Dengan perlahan tapi pasti, aku mendekati ranjang itu lalu duduk di tepiannya dan memabca surat itu dengan seksama.

Selamat Hari Valentine juga, Chanyeol-ssi! Dan maaf jika aku meninggalkanmu tanpa kabar. Bagaimana dengan syuting film perdanamu? Kuharap itu sangatlah menyenangkan. Kupikir, aku tak akan pernah bisa untuk menjadi matahari yang selalu menyinari bumi. Lagipula, itu adalah tugas yang sangat berat sekaligus menguntungkan dan kurasa, aku tak akan bisa menjalaninya terutama jika yang harus kusinari itu adalah duniamu. Aku berharap agar kau bisa mendapatkan seseorang yang pantas untuk menyinarimu. Sungguh, pertemuan kita di bandara sewaktu itu membuatku terkejut, gembira, terharu sekaligus penasaran. Aku terkejut saat kau tiba – tiba menyapaku, gembira ketika ternyata kau sangat perhatian kepada penggemarmu, terharu ketika kau membacakan cerita itu dan juga ketika kau menyebutku sebagai inspirasi dari senyummu yang sangat menawan itu dan yang terakhir, aku penasaran saat kau hanya duduk terdiam di bangku itu sementara otakku telah terpenuhi oleh berbagai pertanyaan yang tak dapat kuucapkan karena mulutku yang selalu terasa kaku saat memandangmu. Tentang novel itu, aku berharap agar laki – laki itu adalah kau. Aku ingin agar kau menepat setiap janjimu, aku ingin agar kau setia dan tetap tersenyum, juga ingin agar kau tak akan melupakanku.
Untuk boneka itu, aku memberikannya kepadamu. Jangan pernah membuang boneka itu! Jika kau tak menyukainya, lebih baik kau memberinya kepada pengemis dari pada kau membuangnya! Tapi bagaimanapun juga, aku sangat berharap agar boneka itu lah yang menjadi tempat curhatanmu, menjadi tempat kau menangis atau pun tersenyum, juga dapat menjadi gulingmu saat kau tertidur. Dan liontin itu adalah hadiahku untuk Hari Valentine ini. Kuharap kau dapat melihat isinya dan memakainya.

-HaNi-


Aku menangis seraya memeluk boneka itu. “Aku telah menepati janjiku untuk berada di dekatmu setiap kau terbangun ataupun tersadar dari alam bawah sadarmu. Dan seperti ucapanku, aku telah menuliskan surat sebelum aku pergi tadi pagi. Masih tak cukupkah itu untuk membuktikan bahwa aku mencintaimu?!? Jika kau menginginkan aku menjadi sosok laki – laki yang ada pada novel itu, maka aku menginginkanmu menjadi sosok gadis itu, sosok yang menerima laki – laki itu dengan apa adanya. Dan untuk apa aku menghias cincin itu dengan darahku sendiri jika yang memakainya itu adalah orang lain dan bukannya kau?!” ucapku dengan suara serak. Aku meraih liontin itu dan betapa terkejutnya aku saat aku menemukan fotoku disisi depan liontin dan fotonya disisi yang bersebrangan dengan fotoku. “Jika aku tidak menemuimu saat itu di bandara, jika saat itu aku tak mengikuti instingku untuk membawamu ke rumah sakit, mungkinkah rasa cinta ini akan berkurang?” tanyaku pada diriku sendiri sembari menyatukan liontin dan cincin itu menjadi satu di dalam satu rantai lalu mengalungkannya di leherku. “Setidaknya kau membiarkan kenangan manis itu berdiam diri di dalam pikiranku.” ucapku dalam hati dan di detik berikutnya, aku tersenyum setelah melihat fotomu di dalam liontin itu. Seperti yang kukatakan dulu, kau adalah inspirasiku untuk tetap tersenyum dan senyummu itu seakan membawaku kembali ke detik – detik disaat aku bertemu denganmu di bandara.

-FIN-

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...