Title : A Little Accident Made Us
Meet
Author : ssdnn
Genre : Romance
Length : Oneshot
Rating : General
Casts : Cho Kyuhyun
Yoon Rae Na
Lee Donghae
Other Cast as Cameo
Disclaimer : This is just a
fanFICTION. This fanfiction is mine. I do not own anything except the OC and..
Well, the fanfiction. Thank you for reading, please leave a comment, like and
follow as well! Not allowed to bash and no plagiarism, please. Thank you.
P.S : sorry for the bad cover.
Thanks
Summary : Apa yang harus
kulakukan? Aku takut semangatku akan segera memudar ketika kau pergi menjauh..
Saat giliranku memasukkan bola itu ke dalam ring, tiba - tiba perasaanku menjadi kalut. Tetapi saat melihat antrian teman - teman yang berada tepat dibelakangku, aku jadi berpikir kembali untuk mundur.
Antrian itu
panjangnya seperti lautan. Padahal, mereka semua tentu tahu bahwa mereka hanya
mendapat satu kali kesempatan untuk memasukkan bola itu ke dalam ring. Setelah
itu, seleksi akan dilaksanakan kembali untuk memilih murid - murid yang berhak
masuk ke sebuah team yang dipimpin oleh Donghae sunbae-nim.
Tentu jika bukan
karna Donghae sunbae-nim, antrian di belakangku tak akan sepanjang ini. Ia
membawa banyak perubahan pada sekolah kami yang -semulanya- miskin.
"Cepatlah
sedikit! Kami sudah lelah!" Gerutu banyak yeoja dengan tak sabar.
1.... 2.... 3....
Duk!
Dan seketika itu
juga, semuanya terasa gelap.
***
Seseorang berteriak
memanggil namaku saat aku sedang latihan pemanasan untuk tanding nanti
sore. Ternyata Jung seonsaengnim meminta bantuanku untuk membawa seorang
yeoja yang pingsan karena acara seleksi tadi.
Harus kuakui,
banyak sekali peminat seleksi ini. Padahal, bisa kujamin diantara mereka pasti
banyak sekali yang tidak tahu caranya bermain basket. Dan mungkin yeoja ini
termasuk dalam kategori itu.
Saat aku
menghampiri yeoja itu, lagi - lagi teriakkan histeris yang memekakan telinga
itu terjadi. Dengan santainya, aku mengangkat tubuh yeoja yang sudah tidak
sadarkan diri serta berlumuran darah itu ke dalam mobil. Tentu saja tujuanku
setelah ini adalah rumah sakit.
***
Saat aku sedang
menangani pasienku, tiba - tiba seorang laki - laki datang dengan mengenakan
seragam sekolahnya sambil membopong seorang perempuan yang berlumuran darah.
Memang bukan aku
yang menangani pasien itu karna aku memang ditugaskan untuk mengurus dibidang
kandungan, tapi rasanya.. Hatiku tak tega saat melihat seorang perempuan
berlumuran darah, tak sadarkan diri.
"Kyuhyun-ssi,
pasien ini sedari tadi bertanya bagaimana keadaan bayinya." Ujar salah
satu perawat kepadaku. Merasa bersalah karena telah mengacuhkan sepasang suami
istri ini, aku sedikit menundukkan kepalaku, meminta maaf.
"Bayi anda
berusia 6 bulan dan sehat - sehat saja. Istri anda juga sehat, Pak." Ujarku
tak lupa disertai dengan senyuman kepada laki - laki di depanku, ayah dari
calon bayi itu.
Tak butuh waktu
lama, sepasang suami istri itu segera pergi setelah mendengar ucapanku.
"Kyuhyun-ssi,
anda sudah bisa pulang." Ujar salah satu perawat lain kepadaku.
Aku mengangguk
mengerti lalu memusatkan perhatianku pada laki - laki dengan perempuan yang
berlumuran darah.
"Ada.. Yang
bisa kubantu?" Tanyaku pelan.
***
Pening. Itu hal
pertama yang kurasakan saat aku membuka mataku.
Aku melihat dinding
- dinding putih dengan tirai sebagai pembatasnya. Dimanakah ini?
Lagi - lagi, aku
dibuat bingung dengan kehadiran dua orang laki - laki tampan disampingku. Kedua
laki - laki itu memandangku dengan tatapan cemas. Memangnya, apa yang
telah terjadi?
Aku mengenal salah
satu dari kedua laki - laki itu. Dia yang kusebut - sebut sebagai pimpinan team
yang terkenal itu, Donghae sunbae-nim.
"Ada.. Yang
bisa kubantu?" Tanya laki - laki tak kalah tampan disebelah Donghae
sunbae-nim.
Harus kuakui,
senyuman laki - laki itu tak kalah menawan dari Donghae sunbae-nim. Dengan jas
putih yang dipakainya, aku yakin dia pasti seorang dokter.
Tunggu. Apa.. Ini
rumah sakit?
"Yeoja ini
tadi terkena pantulan bola basket lalu terjadi pendarahan disekitar
hidungnya." Donghae sunbae-nim mencoba menjelaskan.
"Kebetulan aku
bukan menangani bagian ini-"
"Dokter Cho
Kyuhyun! Ada seseorang yang mau melahirkan tiba - tiba, Dok!" Teriak salah
satu perawat memotong perkataan laki - laki tampan itu.
Ternyata namanya
Cho Kyuhyun. Entahlah. Mungkin ia dokter kandungan.
"Maaf, tugasku
menunggu." Ucapnya lalu pergi ke tirai sebelah tanpa lupa meninggalkan
sebuah senyuman untukku dan.. Mungkin untuk Donghae sunbae-nim.
"Jwiseonghamnida,
Donghae sunbae-nim, aku merepotkanmu." Ucapku cepat sebelum laki - laki
disampingku ini berkata sesuatu.
"Gwaenchanha.
Tapi.. Kurasa hidungmu-"
"Itu.. Tidak
usah dipikirkan. Sunbae bisa kembali latihan. Bukannya nanti ada tanding?"
Ia terdiam sejenak.
Seakan memikirkan sesuatu, tiba - tiba ia berkata, "Kau adalah tanggung
jawabku sampai kau sembuh. Jadi aku tidak akan pergi kemana pun hingga kau
benar - benar dinyatakan sehat."
Aku tertegun
sejenak. Jadi, apa ia akan merelakan jadwal tandingnya itu?
Pikiranku
terbuyarkan oleh suara Dokter Cho Kyuhyun itu yang sedang menyemangati seorang
wanita melahirkan.
Beruntung ruangan
ini hanya dibatasi oleh tirai - tirai tipis sebagai pembatas. Jadinya, aku
dapat melihat setidaknya punggung Dokter Cho yang tegap itu.
Dari sebelah kiri,
tiba - tiba seorang laki - laki paruh baya berjalan menghampiriku. Pakaiannya
tak kalah keren dari Dokter Cho, tapi tentunya ia tidak setampan Dokter Cho.
"Ada yang bisa
kubantu?" Tanya Dokter itu dengan suara bass miliknya.
Lagi - lagi,
Donghae sunbae-nim menjelaskan kondisi yang terjadi kepada Dokter ini.
".. Lalu ia
mengalami pendarahan setelah bola itu mengenai hidungnya."
Sedari tadi, Dokter
itu hanya menganggukkan kepalanya. Entahlah, sepertinya ia kurang begitu
mengerti.
"Coba
kulihat." Dokter itu mengarahkan senternya ke mataku, takut - takut
hantaman bola tadi mengenai salah satu syaraf penglihatanku.
"Kurasa ada
sesuatu bermasalah dengan hidungnya. Mungkin ia harus dirawat selama beberapa
hari di rumah sakit." Ujar Dokter itu seraya meletakkan semua peralatan
yang tadi ia pakai untuk memeriksaku.
Setelah menulis
beberapa kalimat diselembar kertas, Dokter itu berjalan pergi. Sesibuk itukah
dirinya?
"Sunbae..
Pergilah. Pertandingannya akan dimulai sebentar lagi! Cepat!!"
"Geundae-"
"Aku yang akan
menjaganya."
Bagaikan sinetron
yang sering bermunculan di layar kaca, tiba - tiba Dokter Cho itu datang dan
duduk dengan manis di samping ranjangku.
Awalnya, Donghae
sunbae-nim terlihat ragu sejenak, tapi kemudian ia berkata, "Jaga dia baik
- baik. Aku tak peduli siapa pun dirimu tapi yeoja ini masih dibawah
pertanggung jawabanku. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada yeoja ini, maka kau
yang akan-"
"Kau bawel
sekali! Aku kan hanya ingin menjaganya, bukan mencelakainya. Pergilah!"
Lagi - lagi, Dokter Cho itu memotong perkataan Donghae sunbae-nim.
Segera, Donghae
sunbae-nim berlari cepat meninggalkan ruangan ini, meninggalkan aku dengan
debar jantung yang tak karuan bersama Dokter Cho.
***
Setelah laki - laki
itu pergi, suasana menjadi hening. Dan aku sangat tidak menyukai itu.
Tiba - tiba, mataku
menangkap selembar kertas yang kuketahui sebagai resep obat.
"Aku.. Keluar
sebentar boleh? Mau.. Membeli ini." Ujarku sembari menunjukkan selembar
resep itu.
Yeoja di sampingku
ini hanya mengangguk singkat, menandakan aku boleh keluar dari keheningan ini.
***
Aku benci segala
sesuatu hal yang berbau rumah sakit. Dan aku juga membenci keheningan.
Tiba - tiba sebuah
ide nakal terlintas di benakku saat mendengar ijin Dokter Cho ini yang mau
membeli obat.
Segera saja aku
mengangguk menyetujui hal itu. Lalu setelah memastikan ia benar - benar pergi,
aku melepaskan selang infus di tanganku.
Aneh. Cuma masalah
hidung kenapa harus di infus juga?
Setelah selang
infus itu benar - benar terlepas dari tanganku, aku mengendap - endap keluar
dari gedung ini melalui satu jalan sempit, jendela.
'Pelarian' ku ini
hampir saja berhasil jika saja Dokter Cho yang tampan itu tak menyadari ada
seorang pasien yang hilang.
Tanpa banyak bicara
lagi, ia berlari sekencang mungkin untuk mengejar diriku yang sedang berlari
juga. Tapi dasar memang lamban, ia akhirnya menangkapku tanpa perlu banyak
usaha.
"Kenapa kau
kabur?" Tanya Dokter Cho dengan nafas yang terengah.
Ia mendekapku
dengan sangat amat erat seakan takut aku kabur lagi.
Aku terdiam, tak
menjawab pertanyaannya. Setelah berapa lama, ia membawaku untuk kembali ke
gedung itu dengan sangat amat perlahan.
Mau tak mau, aku
kembali tiduran di ranjang bernuansa putih itu dengan bibir yang ditekuk.
Ia kembali
memasangkan jarum infus ke tanganku dan merapikan selangnya.
"Biasanya anak
kecil akan menangis saat jarum ini mengenai kulitnya." Ujar Dokter Cho
lalu kembali duduk.
"Aku kan bukan
anak kecil, jadinya wajar jika aku tidak menangis!" Aku berkata sambil
sedikit membanggakan diri.
"Tapi sejauh
ini, aku tidak pernah menangani seorang anak kecil yang kabur dari rumah sakit.
Sekalipun mereka menangis, mereka tak pernah kabur. Apalagi dengan cara konyol
seperti itu."
Aku terdiam
sementara Dokter Cho merapikan jas putihnya yang agak berantakkan karena tadi
berlari mengejarku.
"Jadi, kenapa
kau kabur?" Dokter Cho bertanya sekali lagi.
Antara ingin atau
tidak untuk menjawab, akhirnya aku lebih memutuskan untuk menghela napas
panjang.
***
"Aku.. Tidak
suka rumah sakit." Ujar yeoja itu pada akhirnya.
Lagi - lagi, aku
memberi kesempatan kepada yeoja itu untuk menceritakan permasalahannya.
"Bau obat
- obatan, dinding putih, kursi roda dimana - mana, selang infus, suntikan dan..
Masih banyak lagi.."
Ia menghentikan
ucapannya. Bagaikan teka - teki, aku menduga - duga kalimat selanjutnya yang
ingin ia ucapkan.
"Eommaku
meninggal tepat setelah ia melahirkan adik perempuanku. Saat itu, para suster
dan juga dokter yang ada hanya mengendikkan bahu mereka, seolah tak merasa
bersalah.. Padahal, saat itu mereka telah membunuh eommaku!! Dan saat itu.. Aku
sangat amat benci pada dokter.. Terlebih dokter kandungan! "
Yeoja itu mulai
menitikkan air matanya. Entahlah, aku sendiri bingung harus memeluk atau
mendiamkannya.
"Bertahun -
tahun aku menjadi dokter kandungan dan cukup banyak menangani saat - saat
kelahiran.."
Tangisnya perlahan
mereda. Kurasa ia agak tertarik dengan ceritaku.
"Berkali - kali
aku membuat kesalahan, berkali - kali aku membuat bayi dengan si ibu itu
berpisah.."
Dengan mimik muka
yang serius, dia menatapku tajam.
"Awalnya, aku
sunguh merasa bersalah. Benar - benar merasa bersalah. Rasanya seperti
meletakkan puzzle dibagian yang tak tepat, kau tahu?"
Lagi - lagi, aku diam
sebentar, memberikan kesempatan pada yeoja itu untuk mencerna kalimat demi
kalimat yang baru kukatakan.
"Aku mencoba
menenangkan diriku sambil berkata dalam hati bahwa 'tugas mereka telah selesai
di dunia ini'. Tapi kemudian aku kembali berpikir.. Jika tugas si ibu telah
selesai, maka siapa yang akan menjaga, merawat dan mengurusi bayi itu?"
"Disaat - saat
seperti itu, aku memfokuskan diriku untuk mencari alasan mengapa aku harus
menjadi dokter kandungan. Dan aku merasa seakan mencari jati diriku yang
baru."
Setelah menyelesaikan
kalimat itu, aku tersenyum sekilas dan hal itu membuat garis kebingungan
semakin terlihat di wajah yeoja itu.
"Apa semuanya
baik - baik saja?" Tanya seorang laki tiba - tiba sambil menyibak tirai
putih yang digunakan sebagai pembatas antar bilik.
Dari name tag yang
ada di sebelah kiri dadanya, kini aku mengetahui bahwa laki - laki ini bernama
Lee Donghae.
"Sunbae-nim!
Bagaimana tadi pertandingannya?" Tanya yeoja di depanku ini.
Lagi - lagi, aku
memperhatikan name tag yang berada di sebelah kiri dadanya. Yeoja ini bernama
Yoon Rae Na.
Kukira mereka
pacaran. Tapi setelah memperhatikan cara Rae Na memanggil Donghae, terlihat
sungguh sopan.
Tapi sepertinya, laki
- laki bernama Donghae itu mengharapkan sesuatu yang lebih.
***
"Setelah
mengetahui bahwa team kami menang, aku langsung kesini." Ucapku sambil
tersenyum.
"Kurasa kita
belum berkenalan? Aku Lee Donghae." Aku menjulurkan tanganku kepada Dokter
Cho itu.
"Seperti yang
tadi ku katakan, aku Cho Kyuhyun. Ngomong - ngomong, aku sudah mengetahui
namamu dari name tag itu." Dokter Cho menyambut tanganku sambil
mengarahkan dagunya sendiri ke bagian kiri atas di seragamku.
"Ah.. Kau
benar.." Ujarku setelah menyadari hal tersebut.
"Kalian
tampaknya cukup dekat.." Dokter Cho berkomentar.
"Bukan seperti
itu.. Dia sunbae ku di sekolah. Sebelumnya, kami tak pernah bertemu."
Jelas Rae Na.
Aku mengikuti Dokter
Cho untuk mengambil bangku dan duduk di sisi kanan Rae Na, dimana sisi itu
membuatku bersebrangan dengan Dokter Cho dengan ranjang Rae Na diantara kami
sebagai pemisahnya.
"Anda belum
pulang? Bukannya jadwal an-"
"Saya mau
menjaga yeoja ini." Ucap Dokter Cho itu memotong ucapanku.
Secara otomatis, aku
mengerutkan kedua alisku. Menjaga yeoja ini? Rae Na? Memangnya dia siapa?
"Bukannya tadi
saya sudah bilang kalau saya ingin menjaga yeoja ini? Dan.. Tidak perlu sesopan
itu. Anggap saya sebagai teman."
Ia tersenyum sangat
tampan. Well, meskipun aku ini namja, tetap saja.. Aku bisa menilai yang mana
tampan dan yang mana tidak.
Dan karena aku namja,
maka aku yakin pasti Rae Na sudah terpesona dengan Dokter Cho ini.
Entah kenapa, aku
tidak menyukai hal itu.
***
Kedua namja disampingku
ini tak ada yang beranjak dari tempatnya. Aku melemparkan tatapanku kearah
jendela dan benar saja, sekarang hari sudah malam.
"Sunbae-nim,
Dokter Cho.. Pulang lah.. Hari sudah malam.."
Awalnya, mereka sama
- sama menolak. Yang benar saja, mereka ini kembar atau bagaimana sih?
Tapi setelah aku
paksa, mereka akhirnya pulang juga. Lagi pula ini kan demi kebaikan mereka..
"Tidur yang
nyenyak.." Bisik Dokter Cho sebelum akhirnya mereka semua benar - benar
pergi.
Tiba - tiba,
jantungku berdegup dengan sangat cepat. Seperti akan meledak rasanya.
Bisikkan kata - kata
Dokter Cho terus mengiang di otakku dan justru hal itu membuatku semakin tak
bisa tidur. Hah, seharusnya dia bertanggung jawab atas ini!
***
Pagi - pagi sekali
aku datang ke rumah sakit untuk menjenguk Rae Na sebelum sekolah dimulai.
Aku pikir berhubung
ini masih pagi, jadi belum ada yang datang ke rumah sakit. Lagi pula, para
dokter belum ada yang dijadwalkan untuk praktek di jam seperti ini.
Tapi ternyata,
pikiranku salah.
Dari balik tirai, aku
dapat melihat Dokter Cho dan Rae Na tertawa dengan lepas. Berbagai candaan
hangat yang dilontarkan oleh Dokter Cho sukses membuat Rae na mengembangkan
kedua sudut bibirnya.
Aneh. Bukankah para
dokter belum dijadwalkan praktek selama 1 jam kedepan?
Lalu, kenapa Dokter
Cho bisa berada disini?
Apa ia rela bangun
pagi - pagi hanya untuk menjenguk Rae Na?
Sebelum aku
tertangkap basah, aku segera keluar dari ruangan itu dan menitipkan sebuket
bunga yang sedari tadi kubawa - bawa.
Firasatku, Dokter Cho
itu menyukai Rae Na.
***
"Dokter Cho
Kyuhyun.." Seorang perawat memanggil nama Dokter Cho disaat ia sedang
bercerita kepadaku.
"Ne?"
"Anda bisa
praktek sekarang." Ujar perawat itu sambil tersenyum manis.
Dokter Cho melirik
jamnya sekilas. Dan aku sadar bahwa sekarang jarum jam tepat menunjuk di angka
delapan. Itu berarti saat ini tepat pukul 8 pagi.
Ia tersenyum
kepadaku. "Pergilah.. Banyak pasien telah menunggu untuk mendapatkan
beberapa patah kata dari mulutmu, Dokter Cho." Ujarku membalas arti
senyumannya.
Setelah ia pergi,
tiba - tiba seorang perawat lain datang dengan membawa sebuket bunga untukku.
"Dari namja
chingu mu." Ujarnya sambil memberikan bunga itu.
Aku memiringkan
kepalaku dan terdiam sejenak. Namja chingu? Bahkan sejauh ini, belum pernah ada
satu laki - laki pun yang menyatakan bahwa ia menyukaiku. Jadi, namja chingu
darimana?
"Namja yang
mengantarmu kemarin.. Yang berseragam sama denganmu." Ujar perawat itu
memperjelas sedikit kebingunganku.
Donghae sunbae-nim
maksudnya?
"Ia menitipkan
bunga itu kepadaku tadi pagi, sebelum ada yang datang.." Perawat itu
sedikit berbisik sambil menutup tirai bilikku dan duduk di sebuah kursi yang
kosong.
"Kau tahu? Tadi
sebelum ia menitipkan bunga itu kepadaku, aku melihatnya sudah mengintip dari
balik tirai ini. Lalu, karena bingung, aku juga ikutan mengintip setelah ia
menitipkan bunga itu."
Kurasa perawat yang
satu ini suka bergosip selagi kerja.
"Lalu?"
Tanyaku penasaran.
"Lalu aku
melihatmu bersama Dokter Cho sedang tertawa riang. Kurasa mungkin namja
chingu-mu itu cemburu dengan Dokter Cho?"
Lagi - lagi, perawat
itu mengira Donghae sunbae-nim adalah namja chingu-ku.
"Kau memendam
sesuatu? Ceritakanlah padaku! Aku teman dekatnya Dokter Cho! Jadi jangan
sungkan untuk bercerita kepadaku!" Ujar perawat itu.
Aku melihat name
tagnya sekilas lalu tersenyum.
"Byun Hee Ra..
Hee Ra eonni, boleh aku panggil seperti itu?"
Menurut perkiraanku,
perawat ini pasti setidaknya lebih tua beberapa tahun dariku.
Ia mengangguk
antusias dan hal itu membuatku lagi - lagi mengeluarkan senyumanku.
"Eonni.. Laki -
laki kemarin itu bukan namja chingu-ku.. Dia sunbae ku di sekolah..."
Dan setelah kalimat
itu, ia memintaku untuk menceritakan tentang bagaimana caranya aku bisa dirawat
di rumah sakit ini.
Kini aku tiba - tiba
merasa rindu dengan sosok Lee Donghae itu.
***
Bagus. Sekolah masih
sepi saat ini. Sengaja, aku meninggalkan yeoja itu bersama Dokter Cho dan
langsung pergi ke sekolah di hari yang masih pagi ini.
Aku berjalan ke arah
lapangan lalu mengambil bola basket yang memang tidak sedang dipakai.
Dengan penuh emosi,
aku melemparkan bola itu.
Tentu saja tidak akan
pernah masuk ke ringnya. Hal itu karena aku melakukannya dengan tanpa niat.
"Kalau saja
Dokter Cho tidak mendahuluiku.. Mungkin aku tak akan berada disini
sendirian!"
Tanpa sadar, aku
menyalahkan Dokter Cho karena telah mendahuluiku.
Tunggu. Mendahului?
***
"Karna hari ini
kau sudah diperbolehkan untuk pulang, bagaimana kalau kita jalan - jalan sore
ini?" Aku memberanikan diri bertanya kepadanya.
Kebetulan, jam makan
siang telah tiba dan akhirnya aku memutuskan untuk menghabiskan kesempatan itu
untuk menemani Rae Na.
Ia mengangguk
antusias namun tiba - tiba, aku teringat akan sesuatu.
"Temanmu yang
bernama Lee Donghae itu.. Tidak datang?"
Dan pertanyaanku itu
sukses membuatnya menjadi sedikit murung.
"Mollayo. Tadi
ia menitipkan itu kepadaku.." Ujarnya salmbil menunjuk sebuket bunga.
"Dokter Cho, ada
pasien yang mengalami pendarahan, Dok!" Teriak salah satu perawat
memanggil namaku.
"Aku.. Tinggal
sebentar, ya.." Kataku lalu bergegas pergi.
***
Tanpa sadar, aku
telah melangkahkan kakiku ke rumah sakit itu lagi.
Aku menghela napas
panjang. Hari sudah sore, tapi mobil si Dokter Cho itu belum juga pergi dari
lapangan parkir gedung ini.
Belum aku meneruskan
langkah kakiku ini, tiba - tiba seorang gadis dengan pria yang menuntuninya
memasuki mobil itu.
Kemudian, pria itu
kembali memasuki gedung rumah sakit setelah memastikan bahwa gadis itu baik -
baik saja di dalam mobilnya.
Dan lagi - lagi, pria
itu kembali ke mobilnya. Tapi kini dengan membawa sebuah koper kecil di tangan
kanannya.
Pria itu, Dokter Cho
bersama seorang gadis, Yoon Rae na.
Aku terpaku sejenak.
Koper? Apa Rae na
sudah diperbolehkan untuk pulang?
Mengapa aku tidak
tahu hal itu? Bukankah aku yang membawanya kemari?
***
"Kau sangat
berbeda, Dokter Cho.." Ujar Rae na kepadaku.
Aku terkekeh pelan.
"Apanya yang beda?" Tanyaku.
"Entahlah.
Biasanya, mataku selalu menangkap sosokmu berbalut jas putih dengan kemeja di
dalamnya. Terlihat sangat formal. Tapi kini, kau menanggalkan jasmu itu
dan.. Kau terlihat berbeda dimataku."
Ia memandangku dengan
bola matanya yang teduh.
Saat ini, kami sedang
menikmati suasana terbenamnya matahari di sebuah ladang yang luas.
Aku mengajaknya untuk
duduk agar lebih santai, meninggalkan mobil kami terparkir di belakang ladang
dengan koper di dalamnya.
"Aku ingin kau
melanjutkan cerita yang dulu.." Ucapnya membuatku mengerutkan keningku,
bingung. "Tentang alasanmu
menjadi dokter kandungan."
Aku tersenyum. Aku
baru ingat bahwa aku belum menyelesaikan cerita itu.
"Sepertinya kau
sangat tertarik, Yoon Rae Na?" Tanyaku yang ia balas dengan senyuman.
"Setelah
mengalami sebuah kesuksesan untuk yang pertama kalinya, aku jadi merasakan
kebahagiaan yang berlipat - lipat. Tidak hanya satu, dua atau pun tiga.
Melainkan empat sekaligus."
"Apa itu?"
Tanya Rae Na.
"Kebahagiaan
nomor satu dan terbesar adalah ketika si bayi itu lahir. Aku seperti
mendatangkan sebuah nyawa baru di dunia ini. Kebahagiaan nomor dua ketika aku
melihat si ibu dari bayi itu tersenyum senang, terlihat puas dengan kerja
kerasku. Kebahagiaan nomor tiga adalah ketika si ayah atau pun keluarga lain
dari bayi itu tersenyum senang, bangga dan mungkin terharu." Ujarku
kemudian berhenti sejenak.
"Dan kebahagiaan
nomor empat, kebahagiaan terkecil bagi orang lain namun menjadi kebahagiaan
terbesar yang kupendam.. Aku merasa bangga pada diriku sendiri."
Ia tesenyum dan
mengangguk mengerti. "Besok.. Kau sekolah?" Tanyaku pelan.
"Tidak.. Besok
Sabtu, sekolahku libur." Jawab Rae Na dan setelah itu, keheningan terjadi
diantara kami.
Aku menikmati posisi
dudukku di ladang ini. Rasanya nyaman sekali. Seperti Rae na yang duduk
disebelahku, kini aku mulai memejamkan mata.
***
Beruntung saja dokter
yang merawatku sudah memperbolehkanku untuk pulang. Katanya, alat - alat yang
kemarin ini kugunakan telah bekerja dengan baik sehingga hidungku sudah
membaik.
"Besok..
Bolehkah kau datang ke rumah sakit?" Tanya Dokter Cho tiba - tiba.
Aku menaikkan kedua
alisku. Sebenarnya, hari ini aku sudah bisa tidur kembali di rumah. Lalu untuk
apa Dokter Cho memintaku datang lagi ke rumah sakit? Untuk konsultasi?
Tapi tanpa banyak
bicara, aku menganggukkan kepalaku. Siapa tau aku masih bisa mendapatkan
kesempatan emas untuk bersama Dokter tampan ini selama beberapa hari?
Semoga saja.
***
Aku memutuskan untuk
menghampiri rumah Rae Na untuk memastikan kabarnya di malam hari itu.
"Jinjjayo? Rae
Na belum pulang?" Tanyaku memastikan.
"Benar, kau mau
menunggu? Atau mau titip pesan?" Tanya pembantunya Rae Na kepadaku.
Aku berdiri di depan
pintu rumahnya, sama sekali belum memasuki lantai dalam rumah itu sendiri.
Hanya mematung dan bersiap untuk mengatakan sesuatu sebelum akhirnya deru
sebuah mobil menyadarkanku.
Itu Rae Na, bersama
Dokter Cho.
Dengan senyum yang
mengembang, Rae Na turun dari mobil itu dengan bantuan Dokter Cho. Tampak
sangat serasi.
"Oh, Donghae
sunbae-nim! Ada apa kau kemari?" Tanyanya santai.
Tidak tahukah ia
bahwa aku telah menunggu disini selama hampir 2 jam? Lalu beberapa menit
sebelumnya, seorang wanita paruh baya yang mengaku sebagai pembantu rumahnya
menghampiriku yang tergeletak kedinginan hampir tak sadarkan diri di tengah
cuaca dingin ini.
Dan baru kusadari,
pembantu itu sehabis berbelanja dan meninggalakn rumah itu dalam keadaan kosong.
"Tidak ada apa -
apa. Aku.. Pergi dulu.."
Sia - sia sudah
perjuanganku untuk menunggu selama 2 jam.
Dan berakhir
mengenaskan seperti ini.
***
Pagi - pagi sekali,
aku datang ke rumah sakit itu lagi.
"Yoon Rae Na?
Ah, itu pasti kau! Kau telah ditunggu oleh Dokter Cho di bilik UGD!" Ujar
salah satu perawat dengan wajah ceria.
Ditunggu? UGD? Untuk
apa?
Sebelum memasuki
bilik UGD yang menembus dengan ruangan lainnya itu, beberapa perawat lainnya
membantuku untuk mengenakan berbagai peralatan untuk memasuki ruang menyeramkan
itu.
Hal pertama yang
kulihat setelah membuka tirai itu adalah seorang ibu - ibu dengan keringat
bercucuran dari dahinya dan Dokter Cho yang sedang menyemangati ibu itu.
"Yoon Rae Na!
Untuk apa kau diam disitu? Cepat! Bantu aku!" Teriak Dokter Cho
mengagetkanku.
Secepat kilat, aku
menghampiri Dokter Cho dan menggantikannya untuk menyemangati ibu itu.
Sementara Dokter Cho
fokus untuk memperhatikan proses keluarnya si bayi yang akan datang.
"Ayo, terus
ahjumma!! Terus!! Sedikit lagi!!" Teriakku sambil mencontohkan cara untuk
bernafas disaat - saat seperti itu.
Tak lama kemudian,
suara tangis seorang bayi menggema di ruang UGD ini. Entahlah, aku merasa
bangga dan seakan mendapatkan semangat yang baru.
"Itulah rasanya
saat aku pertama kali berhasil menyelamatkan nyawa seorang bayi beserta
ibunya." Ujar Dokter Cho sambil tersenyum senang.
Dan aku juga
membalasnya dengan senyuman.
***
Esok harinya, Dokter
Cho tiba - tiba menghilang dengan tanpa kabar.
Aku sangat terkejut.
Seperti merasakan kehilangan yang amat sangat, hampa.
Tadi pagi, aku
mengunjungi rumah sakit itu lagi untuk menemui Dokter Cho. Aku tidak tahu,
tapi.. Mungkin aku merindukannya.
Tapi saat itu, para
perawat berkata bahwa Dokter Cho telah berhenti bekerja di rumah sakit tersebut
dan kembali ke kampung halamannya.
Saat aku bertanya
tentang kampung halamannya, tidak ada satu pun orang yang mengetahui hal itu.
Dan kini, aku cemas
bukan main.
***
Dengan sekotak coklat
sebagai andalanku, aku lagi - lagi menghampiri rumah Rae Na dengan menggunakan
motor.
Kali ini, aku ingin
menembaknya secara langsung.
Belum aku mengetuk
pintu rumahnya, tiba - tiba Rae Na telah membuka pintu itu dengan pakaian yang
cukup rapi.
Tunggu. Ia akan
pergi?
"Dongha
sunbae-nim!" Panggilnya terkejut.
"Ada perlu apa
kemari?" Tanyanya sambil menatap diriku.
"Kau mau
pergi?" Tanyaku sebelum menjawab pertanyaannya.
Ia mengangguk, lalu
berkata, "Aku ingin.. Mencari Dokter Cho. Ia menghilang tanpa
kabar.."
"Tadinya aku
ingin menembakmu berhubung menurutku, Dokter Cho itu belum menyatakan
perasaannya kepadamu. Tapi melihat kau begitu khawatir saat Dokter itu tak ada
disampingmu, aku jadi merasa kalah." Ucapku yang membuatnya tertegun.
"Saat aku tidak
datang untuk menjagamu di rumah sakit, Dokter Cho menggantikan kehadiranku dan
malahan, ia dapat membuatmu terlihat sungguh bahagia. Tapi saat Dokter Cho
tidak berada di sampingmu, aku merasa tidak bisa menggantikan sosoknya itu..
Terutama sosoknya di hatimu."
Ia terdiam. Kurasa ia
mulai mengerti sekarang.
"Kau butuh
tumpangan? Kurasa aku tahu seseorang yang mengetahui keberadaan Dokter Cho saat
ini."
***
"Hee Ra eonni!
Kumohon!! Aku yakin kau pasti tahu dimana Dokter Cho berada.." Pintaku
hampir menangis kepada Hee Ra eonni.
Saat ia tak kunjung
menjawab, akhirnya aku berlutut di depannya, hanya untuk meminta lokasi dimana
Dokter tampan itu berada."Yoon Rae Na.. Jangan seperti itu.." Ujar
Hee Ra eonni lalu membantuku berdiri..
"Dia berada di
Jeju, ia disuruh appanya untuk mengurus perusahaan keluarga.. Ini, ini
alamatnya.."
Akhirnya, aku
mendapatkan apa yang kumau.
***
Pagi - pagi buta,
seseorang mengetuk pintu rumahku dengan tergesa - gesa.
Setengah sadar, aku
membukakan pintu rumahku.
Dan sungguh, aku
benar - benar terkejut saat melihat Rae Na berdiri mematung di depan pintu itu.
Rae.. Na?
Mungkin itu hanya
ilusinasi.
Tapi, ternyata
dugaanku salah. Tiba - tiba, Rae Na memelukku dengan sangat amat erat.
Aku yang hanya
menggunakan pakaian tidur pun menjadi agak limbung saat dirinya memeluk diriku.
"Jangan pergi..
Aku takut semangatku hilang saat kau pergi.." Lirihnya tepat di telingaku.
Aku diam. Bukan tak
ingin bicara, tapi kurasa pita suaraku seakan menolak untuk bekerja.
Ia mengeratkan
pelukannya saat aku tak kunjung berkata apa pun, seakan tak ingin aku pergi.
"Aku.. Tidak
akan pergi."
*EPILOGUE*
"Kau, babo!
Begini saja tidak bisa!" Ucap seorang namja kepada yeoja di sampingnya
sambil melemparkan sebuah bola basket ke dalam ringnya.
Bola itu masuk ke
dalam ring dengan mulusnya, lalu si namja itu mengambilnya lagi.
"Pantas saja
sewaktu itu hidungmu sampai berdarah. Lain kali, jika kau tidak bisa main
basket, tidak usah mendaftar ke dalam team itu.." Ujar si namja seraya
berjalan mendekat kearah si yeoja.
"Tapi jika bukan
karena aku yang bodoh, maka kita tak akan pernah bisa bertemu, Cho Kyuhyun."
Ujar si yeoja yang selama ini diam.
Yeoja itu
mengembungkan pipinya, kesal.
Namja yang bernama
Cho Kyuhyun itu hanya terkekeh pelan, lalu kembali melemparkan bola itu ke
dalam ringnya.
"Benar. Dan
karena itu, aku menjadi namja bodoh untuk menjadi namja chingumu, namja yang
mencintai si yeoja babo.."
No comments:
Post a Comment