Wednesday, January 16, 2013

A Little Accident Made Us Meet


Title : A Little Accident Made Us Meet
Author : ssdnn
Genre : Romance
Length : Oneshot
Rating : General
Casts : Cho Kyuhyun
Yoon Rae Na

Lee Donghae

Other Cast as Cameo


Disclaimer : This is just a fanFICTION. This fanfiction is mine. I do not own anything except the OC and.. Well, the fanfiction. Thank you for reading, please leave a comment, like and follow as well! Not allowed to bash and no plagiarism, please. Thank you.

P.S : sorry for the bad cover. Thanks

Summary : Apa yang harus kulakukan? Aku takut semangatku akan segera memudar ketika kau pergi menjauh..


Saat giliranku memasukkan bola itu ke dalam ring, tiba - tiba perasaanku menjadi kalut. Tetapi saat melihat antrian teman - teman yang berada tepat dibelakangku, aku jadi berpikir kembali untuk mundur.

Antrian itu panjangnya seperti lautan. Padahal, mereka semua tentu tahu bahwa mereka hanya mendapat satu kali kesempatan untuk memasukkan bola itu ke dalam ring. Setelah itu, seleksi akan dilaksanakan kembali untuk memilih murid - murid yang berhak masuk ke sebuah team yang dipimpin oleh Donghae sunbae-nim.

Tentu jika bukan karna Donghae sunbae-nim, antrian di belakangku tak akan sepanjang ini. Ia membawa banyak perubahan pada sekolah kami yang -semulanya- miskin.

"Cepatlah sedikit! Kami sudah lelah!" Gerutu banyak yeoja dengan tak sabar.

1.... 2.... 3....

Duk!

Dan seketika itu juga, semuanya terasa gelap.

***

Seseorang berteriak memanggil namaku saat aku sedang latihan pemanasan untuk tanding nanti sore. Ternyata Jung seonsaengnim meminta bantuanku untuk membawa seorang yeoja yang pingsan karena acara seleksi tadi.

Harus kuakui, banyak sekali peminat seleksi ini. Padahal, bisa kujamin diantara mereka pasti banyak sekali yang tidak tahu caranya bermain basket. Dan mungkin yeoja ini termasuk dalam kategori itu.

Saat aku menghampiri yeoja itu, lagi - lagi teriakkan histeris yang memekakan telinga itu terjadi. Dengan santainya, aku mengangkat tubuh yeoja yang sudah tidak sadarkan diri serta berlumuran darah itu ke dalam mobil. Tentu saja tujuanku setelah ini adalah rumah sakit.

***
Saat aku sedang menangani pasienku, tiba - tiba seorang laki - laki datang dengan mengenakan seragam sekolahnya sambil membopong seorang perempuan yang berlumuran darah.

Memang bukan aku yang menangani pasien itu karna aku memang ditugaskan untuk mengurus dibidang kandungan, tapi rasanya.. Hatiku tak tega saat melihat seorang perempuan berlumuran darah, tak sadarkan diri.

"Kyuhyun-ssi, pasien ini sedari tadi bertanya bagaimana keadaan bayinya." Ujar salah satu perawat kepadaku. Merasa bersalah karena telah mengacuhkan sepasang suami istri ini, aku sedikit menundukkan kepalaku, meminta maaf.

"Bayi anda berusia 6 bulan dan sehat - sehat saja. Istri anda juga sehat, Pak." Ujarku tak lupa disertai dengan senyuman kepada laki - laki di depanku, ayah dari calon bayi itu.

Tak butuh waktu lama, sepasang suami istri itu segera pergi setelah mendengar ucapanku.

"Kyuhyun-ssi, anda sudah bisa pulang." Ujar salah satu perawat lain kepadaku.

Aku mengangguk mengerti lalu memusatkan perhatianku pada laki - laki dengan perempuan yang berlumuran darah.

"Ada.. Yang bisa kubantu?" Tanyaku pelan.

***

Pening. Itu hal pertama yang kurasakan saat aku membuka mataku.

Aku melihat dinding - dinding putih dengan tirai sebagai pembatasnya. Dimanakah ini?

Lagi - lagi, aku dibuat bingung dengan kehadiran dua orang laki - laki tampan disampingku. Kedua laki - laki itu memandangku dengan tatapan cemas. Memangnya, apa yang telah terjadi?

Aku mengenal salah satu dari kedua laki - laki itu. Dia yang kusebut - sebut sebagai pimpinan team yang terkenal itu, Donghae sunbae-nim.

"Ada.. Yang bisa kubantu?" Tanya laki - laki tak kalah tampan disebelah Donghae sunbae-nim.

Harus kuakui, senyuman laki - laki itu tak kalah menawan dari Donghae sunbae-nim. Dengan jas putih yang dipakainya, aku yakin dia pasti seorang dokter.

Tunggu. Apa.. Ini rumah sakit?

"Yeoja ini tadi terkena pantulan bola basket lalu terjadi pendarahan disekitar hidungnya." Donghae sunbae-nim mencoba menjelaskan.

"Kebetulan aku bukan menangani bagian ini-"

"Dokter Cho Kyuhyun! Ada seseorang yang mau melahirkan tiba - tiba, Dok!" Teriak salah satu perawat memotong perkataan laki - laki tampan itu.

Ternyata namanya Cho Kyuhyun. Entahlah. Mungkin ia dokter kandungan.

"Maaf, tugasku menunggu." Ucapnya lalu pergi ke tirai sebelah tanpa lupa meninggalkan sebuah senyuman untukku dan.. Mungkin untuk Donghae sunbae-nim.

"Jwiseonghamnida, Donghae sunbae-nim, aku merepotkanmu." Ucapku cepat sebelum laki - laki disampingku ini berkata sesuatu.

"Gwaenchanha. Tapi.. Kurasa hidungmu-"

"Itu.. Tidak usah dipikirkan. Sunbae bisa kembali latihan. Bukannya nanti ada tanding?"

Ia terdiam sejenak. Seakan memikirkan sesuatu, tiba - tiba ia berkata, "Kau adalah tanggung jawabku sampai kau sembuh. Jadi aku tidak akan pergi kemana pun hingga kau benar - benar dinyatakan sehat."

Aku tertegun sejenak. Jadi, apa ia akan merelakan jadwal tandingnya itu?

Pikiranku terbuyarkan oleh suara Dokter Cho Kyuhyun itu yang sedang menyemangati seorang wanita melahirkan.

Beruntung ruangan ini hanya dibatasi oleh tirai - tirai tipis sebagai pembatas. Jadinya, aku dapat melihat setidaknya punggung Dokter Cho yang tegap itu.

Dari sebelah kiri, tiba - tiba seorang laki - laki paruh baya berjalan menghampiriku. Pakaiannya tak kalah keren dari Dokter Cho, tapi tentunya ia tidak setampan Dokter Cho.

"Ada yang bisa kubantu?" Tanya Dokter itu dengan suara bass miliknya.

Lagi - lagi, Donghae sunbae-nim menjelaskan kondisi yang terjadi kepada Dokter ini.

".. Lalu ia mengalami pendarahan setelah bola itu mengenai hidungnya."

Sedari tadi, Dokter itu hanya menganggukkan kepalanya. Entahlah, sepertinya ia kurang begitu mengerti.

"Coba kulihat." Dokter itu mengarahkan senternya ke mataku, takut - takut hantaman bola tadi mengenai salah satu syaraf penglihatanku.

"Kurasa ada sesuatu bermasalah dengan hidungnya. Mungkin ia harus dirawat selama beberapa hari di rumah sakit." Ujar Dokter itu seraya meletakkan semua peralatan yang tadi ia pakai untuk memeriksaku.

Setelah menulis beberapa kalimat diselembar kertas, Dokter itu berjalan pergi. Sesibuk itukah dirinya?

"Sunbae.. Pergilah. Pertandingannya akan dimulai sebentar lagi! Cepat!!"

"Geundae-"

"Aku yang akan menjaganya."

Bagaikan sinetron yang sering bermunculan di layar kaca, tiba - tiba Dokter Cho itu datang dan duduk dengan manis di samping ranjangku.

Awalnya, Donghae sunbae-nim terlihat ragu sejenak, tapi kemudian ia berkata, "Jaga dia baik - baik. Aku tak peduli siapa pun dirimu tapi yeoja ini masih dibawah pertanggung jawabanku. Jika sesuatu yang buruk terjadi pada yeoja ini, maka kau yang akan-"

"Kau bawel sekali! Aku kan hanya ingin menjaganya, bukan mencelakainya. Pergilah!" Lagi - lagi, Dokter Cho itu memotong perkataan Donghae sunbae-nim.

Segera, Donghae sunbae-nim berlari cepat meninggalkan ruangan ini, meninggalkan aku dengan debar jantung yang tak karuan bersama Dokter Cho.
 ***

Setelah laki - laki itu pergi, suasana menjadi hening. Dan aku sangat tidak menyukai itu.

Tiba - tiba, mataku menangkap selembar kertas yang kuketahui sebagai resep obat.

"Aku.. Keluar sebentar boleh? Mau.. Membeli ini." Ujarku sembari menunjukkan selembar resep itu.

Yeoja di sampingku ini hanya mengangguk singkat, menandakan aku boleh keluar dari keheningan ini.

***

Aku benci segala sesuatu hal yang berbau rumah sakit. Dan aku juga membenci keheningan.

Tiba - tiba sebuah ide nakal terlintas di benakku saat mendengar ijin Dokter Cho ini yang mau membeli obat.

Segera saja aku mengangguk menyetujui hal itu. Lalu setelah memastikan ia benar - benar pergi, aku melepaskan selang infus di tanganku.

Aneh. Cuma masalah hidung kenapa harus di infus juga?

Setelah selang infus itu benar - benar terlepas dari tanganku, aku mengendap - endap keluar dari gedung ini melalui satu jalan sempit, jendela.

'Pelarian' ku ini hampir saja berhasil jika saja Dokter Cho yang tampan itu tak menyadari ada seorang pasien yang hilang.

Tanpa banyak bicara lagi, ia berlari sekencang mungkin untuk mengejar diriku yang sedang berlari juga. Tapi dasar memang lamban, ia akhirnya menangkapku tanpa perlu banyak usaha.

"Kenapa kau kabur?" Tanya Dokter Cho dengan nafas yang terengah.

Ia mendekapku dengan sangat amat erat seakan takut aku kabur lagi.

Aku terdiam, tak menjawab pertanyaannya. Setelah berapa lama, ia membawaku untuk kembali ke gedung itu dengan sangat amat perlahan.

Mau tak mau, aku kembali tiduran di ranjang bernuansa putih itu dengan bibir yang ditekuk.

Ia kembali memasangkan jarum infus ke tanganku dan merapikan selangnya.

"Biasanya anak kecil akan menangis saat jarum ini mengenai kulitnya." Ujar Dokter Cho lalu kembali duduk.

"Aku kan bukan anak kecil, jadinya wajar jika aku tidak menangis!" Aku berkata sambil sedikit membanggakan diri.

"Tapi sejauh ini, aku tidak pernah menangani seorang anak kecil yang kabur dari rumah sakit. Sekalipun mereka menangis, mereka tak pernah kabur. Apalagi dengan cara konyol seperti itu."

Aku terdiam sementara Dokter Cho merapikan jas putihnya yang agak berantakkan karena tadi berlari mengejarku.

"Jadi, kenapa kau kabur?" Dokter Cho bertanya sekali lagi.

Antara ingin atau tidak untuk menjawab, akhirnya aku lebih memutuskan untuk menghela napas panjang.

***

"Aku.. Tidak suka rumah sakit." Ujar yeoja itu pada akhirnya.

Lagi - lagi, aku memberi kesempatan kepada yeoja itu untuk menceritakan permasalahannya.
 "Bau obat - obatan, dinding putih, kursi roda dimana - mana, selang infus, suntikan dan.. Masih banyak lagi.."

Ia menghentikan ucapannya. Bagaikan teka - teki, aku menduga - duga kalimat selanjutnya yang ingin ia ucapkan.

"Eommaku meninggal tepat setelah ia melahirkan adik perempuanku. Saat itu, para suster dan juga dokter yang ada hanya mengendikkan bahu mereka, seolah tak merasa bersalah.. Padahal, saat itu mereka telah membunuh eommaku!! Dan saat itu.. Aku sangat amat benci pada dokter.. Terlebih dokter kandungan! "

Yeoja itu mulai menitikkan air matanya. Entahlah, aku sendiri bingung harus memeluk atau mendiamkannya.

"Bertahun - tahun aku menjadi dokter kandungan dan cukup banyak menangani saat - saat kelahiran.."

Tangisnya perlahan mereda. Kurasa ia agak tertarik dengan ceritaku.

"Berkali - kali aku membuat kesalahan, berkali - kali aku membuat bayi dengan si ibu itu berpisah.."

Dengan mimik muka yang serius, dia menatapku tajam.

"Awalnya, aku sunguh merasa bersalah. Benar - benar merasa bersalah. Rasanya seperti meletakkan puzzle dibagian yang tak tepat, kau tahu?"

Lagi - lagi, aku diam sebentar, memberikan kesempatan pada yeoja itu untuk mencerna kalimat demi kalimat yang baru kukatakan.

"Aku mencoba menenangkan diriku sambil berkata dalam hati bahwa 'tugas mereka telah selesai di dunia ini'. Tapi kemudian aku kembali berpikir.. Jika tugas si ibu telah selesai, maka siapa yang akan menjaga, merawat dan mengurusi bayi itu?"

"Disaat - saat seperti itu, aku memfokuskan diriku untuk mencari alasan mengapa aku harus menjadi dokter kandungan. Dan aku merasa seakan mencari jati diriku yang baru."
Setelah menyelesaikan kalimat itu, aku tersenyum sekilas dan hal itu membuat garis kebingungan semakin terlihat di wajah yeoja itu.

"Apa semuanya baik - baik saja?" Tanya seorang laki tiba - tiba sambil menyibak tirai putih yang digunakan sebagai pembatas antar bilik.

Dari name tag yang ada di sebelah kiri dadanya, kini aku mengetahui bahwa laki - laki ini bernama Lee Donghae.

"Sunbae-nim! Bagaimana tadi pertandingannya?" Tanya yeoja di depanku ini.

Lagi - lagi, aku memperhatikan name tag yang berada di sebelah kiri dadanya. Yeoja ini bernama Yoon Rae Na.

Kukira mereka pacaran. Tapi setelah memperhatikan cara Rae Na memanggil Donghae, terlihat sungguh sopan.

Tapi sepertinya, laki - laki bernama Donghae itu mengharapkan sesuatu yang lebih.

***

"Setelah mengetahui bahwa team kami menang, aku langsung kesini." Ucapku sambil tersenyum.

"Kurasa kita belum berkenalan? Aku Lee Donghae." Aku menjulurkan tanganku kepada Dokter Cho itu.

"Seperti yang tadi ku katakan, aku Cho Kyuhyun. Ngomong - ngomong, aku sudah mengetahui namamu dari name tag itu." Dokter Cho menyambut tanganku sambil mengarahkan dagunya sendiri ke bagian kiri atas di seragamku.

"Ah.. Kau benar.." Ujarku setelah menyadari hal tersebut.

"Kalian tampaknya cukup dekat.." Dokter Cho berkomentar.

"Bukan seperti itu.. Dia sunbae ku di sekolah. Sebelumnya, kami tak pernah bertemu." Jelas Rae Na.

Aku mengikuti Dokter Cho untuk mengambil bangku dan duduk di sisi kanan Rae Na, dimana sisi itu membuatku bersebrangan dengan Dokter Cho dengan ranjang Rae Na diantara kami sebagai pemisahnya.

"Anda belum pulang? Bukannya jadwal an-"

"Saya mau menjaga yeoja ini." Ucap Dokter Cho itu memotong ucapanku.

Secara otomatis, aku mengerutkan kedua alisku. Menjaga yeoja ini? Rae Na? Memangnya dia siapa?

"Bukannya tadi saya sudah bilang kalau saya ingin menjaga yeoja ini? Dan.. Tidak perlu sesopan itu. Anggap saya sebagai teman."

Ia tersenyum sangat tampan. Well, meskipun aku ini namja, tetap saja.. Aku bisa menilai yang mana tampan dan yang mana tidak.

Dan karena aku namja, maka aku yakin pasti Rae Na sudah terpesona dengan Dokter Cho ini.

Entah kenapa, aku tidak menyukai hal itu.

***

Kedua namja disampingku ini tak ada yang beranjak dari tempatnya. Aku melemparkan tatapanku kearah jendela dan benar saja, sekarang hari sudah malam.

"Sunbae-nim, Dokter Cho.. Pulang lah.. Hari sudah malam.."

Awalnya, mereka sama - sama menolak. Yang benar saja, mereka ini kembar atau bagaimana sih?

Tapi setelah aku paksa, mereka akhirnya pulang juga. Lagi pula ini kan demi kebaikan mereka..

"Tidur yang nyenyak.." Bisik Dokter Cho sebelum akhirnya mereka semua benar - benar pergi.

Tiba - tiba, jantungku berdegup dengan sangat cepat. Seperti akan meledak rasanya.

Bisikkan kata - kata Dokter Cho terus mengiang di otakku dan justru hal itu membuatku semakin tak bisa tidur. Hah, seharusnya dia bertanggung jawab atas ini!

***

Pagi - pagi sekali aku datang ke rumah sakit untuk menjenguk Rae Na sebelum sekolah dimulai.

Aku pikir berhubung ini masih pagi, jadi belum ada yang datang ke rumah sakit. Lagi pula, para dokter belum ada yang dijadwalkan untuk praktek di jam seperti ini.

Tapi ternyata, pikiranku salah.
Dari balik tirai, aku dapat melihat Dokter Cho dan Rae Na tertawa dengan lepas. Berbagai candaan hangat yang dilontarkan oleh Dokter Cho sukses membuat Rae na mengembangkan kedua sudut bibirnya.

Aneh. Bukankah para dokter belum dijadwalkan praktek selama 1 jam kedepan?

Lalu, kenapa Dokter Cho bisa berada disini?

Apa ia rela bangun pagi - pagi hanya untuk menjenguk Rae Na?

Sebelum aku tertangkap basah, aku segera keluar dari ruangan itu dan menitipkan sebuket bunga yang sedari tadi kubawa - bawa.

Firasatku, Dokter Cho itu menyukai Rae Na.


***

"Dokter Cho Kyuhyun.." Seorang perawat memanggil nama Dokter Cho disaat ia sedang bercerita kepadaku.

"Ne?"

"Anda bisa praktek sekarang." Ujar perawat itu sambil tersenyum manis.

Dokter Cho melirik jamnya sekilas. Dan aku sadar bahwa sekarang jarum jam tepat menunjuk di angka delapan. Itu berarti saat ini tepat pukul 8 pagi.

Ia tersenyum kepadaku. "Pergilah.. Banyak pasien telah menunggu untuk mendapatkan beberapa patah kata dari mulutmu, Dokter Cho." Ujarku membalas arti senyumannya.

Setelah ia pergi, tiba - tiba seorang perawat lain datang dengan membawa sebuket bunga untukku.

"Dari namja chingu mu." Ujarnya sambil memberikan bunga itu.

Aku memiringkan kepalaku dan terdiam sejenak. Namja chingu? Bahkan sejauh ini, belum pernah ada satu laki - laki pun yang menyatakan bahwa ia menyukaiku. Jadi, namja chingu darimana?

"Namja yang mengantarmu kemarin.. Yang berseragam sama denganmu." Ujar perawat itu memperjelas sedikit kebingunganku.

Donghae sunbae-nim maksudnya?

"Ia menitipkan bunga itu kepadaku tadi pagi, sebelum ada yang datang.." Perawat itu sedikit berbisik sambil menutup tirai bilikku dan duduk di sebuah kursi yang kosong.

"Kau tahu? Tadi sebelum ia menitipkan bunga itu kepadaku, aku melihatnya sudah mengintip dari balik tirai ini. Lalu, karena bingung, aku juga ikutan mengintip setelah ia menitipkan bunga itu."

Kurasa perawat yang satu ini suka bergosip selagi kerja.

"Lalu?" Tanyaku penasaran.

"Lalu aku melihatmu bersama Dokter Cho sedang tertawa riang. Kurasa mungkin namja chingu-mu itu cemburu dengan Dokter Cho?"

Lagi - lagi, perawat itu mengira Donghae sunbae-nim adalah namja chingu-ku.

"Kau memendam sesuatu? Ceritakanlah padaku! Aku teman dekatnya Dokter Cho! Jadi jangan sungkan untuk bercerita kepadaku!" Ujar perawat itu.

Aku melihat name tagnya sekilas lalu tersenyum.

"Byun Hee Ra.. Hee Ra eonni, boleh aku panggil seperti itu?"

Menurut perkiraanku, perawat ini pasti setidaknya lebih tua beberapa tahun dariku.

Ia mengangguk antusias dan hal itu membuatku lagi - lagi mengeluarkan senyumanku.

"Eonni.. Laki - laki kemarin itu bukan namja chingu-ku.. Dia sunbae ku di sekolah..."

Dan setelah kalimat itu, ia memintaku untuk menceritakan tentang bagaimana caranya aku bisa dirawat di rumah sakit ini.

Kini aku tiba - tiba merasa rindu dengan sosok Lee Donghae itu.

***

Bagus. Sekolah masih sepi saat ini. Sengaja, aku meninggalkan yeoja itu bersama Dokter Cho dan langsung pergi ke sekolah di hari yang masih pagi ini.

Aku berjalan ke arah lapangan lalu mengambil bola basket yang memang tidak sedang dipakai.

Dengan penuh emosi, aku melemparkan bola itu.

Tentu saja tidak akan pernah masuk ke ringnya. Hal itu karena aku melakukannya dengan tanpa niat.

"Kalau saja Dokter Cho tidak mendahuluiku.. Mungkin aku tak akan berada disini sendirian!"

Tanpa sadar, aku menyalahkan Dokter Cho karena telah mendahuluiku.

Tunggu. Mendahului?

***

"Karna hari ini kau sudah diperbolehkan untuk pulang, bagaimana kalau kita jalan - jalan sore ini?" Aku memberanikan diri bertanya kepadanya.

Kebetulan, jam makan siang telah tiba dan akhirnya aku memutuskan untuk menghabiskan kesempatan itu untuk menemani Rae Na.

Ia mengangguk antusias namun tiba - tiba, aku teringat akan sesuatu.

"Temanmu yang bernama Lee Donghae itu.. Tidak datang?"

Dan pertanyaanku itu sukses membuatnya menjadi sedikit murung.

"Mollayo. Tadi ia menitipkan itu kepadaku.." Ujarnya salmbil menunjuk sebuket bunga.

"Dokter Cho, ada pasien yang mengalami pendarahan, Dok!" Teriak salah satu perawat memanggil namaku.

"Aku.. Tinggal sebentar, ya.." Kataku lalu bergegas pergi.

***

Tanpa sadar, aku telah melangkahkan kakiku ke rumah sakit itu lagi.

Aku menghela napas panjang. Hari sudah sore, tapi mobil si Dokter Cho itu belum juga pergi dari lapangan parkir gedung ini.

Belum aku meneruskan langkah kakiku ini, tiba - tiba seorang gadis dengan pria yang menuntuninya memasuki mobil itu.

Kemudian, pria itu kembali memasuki gedung rumah sakit setelah memastikan bahwa gadis itu baik - baik saja di dalam mobilnya.

Dan lagi - lagi, pria itu kembali ke mobilnya. Tapi kini dengan membawa sebuah koper kecil di tangan kanannya.

Pria itu, Dokter Cho bersama seorang gadis, Yoon Rae na.

Aku terpaku sejenak.

Koper? Apa Rae na sudah diperbolehkan untuk pulang?

Mengapa aku tidak tahu hal itu? Bukankah aku yang membawanya kemari?

***

"Kau sangat berbeda, Dokter Cho.." Ujar Rae na kepadaku.

Aku terkekeh pelan. "Apanya yang beda?" Tanyaku.

"Entahlah. Biasanya, mataku selalu menangkap sosokmu berbalut jas putih dengan kemeja di dalamnya. Terlihat sangat formal. Tapi kini, kau menanggalkan jasmu itu dan.. Kau terlihat berbeda dimataku."

Ia memandangku dengan bola matanya yang teduh.

Saat ini, kami sedang menikmati suasana terbenamnya matahari di sebuah ladang yang luas.

Aku mengajaknya untuk duduk agar lebih santai, meninggalkan mobil kami terparkir di belakang ladang dengan koper di dalamnya.

"Aku ingin kau melanjutkan cerita yang dulu.." Ucapnya membuatku mengerutkan keningku, bingung."Tentang alasanmu menjadi dokter kandungan."

Aku tersenyum. Aku baru ingat bahwa aku belum menyelesaikan cerita itu.

"Sepertinya kau sangat tertarik, Yoon Rae Na?" Tanyaku yang ia balas dengan senyuman.

"Setelah mengalami sebuah kesuksesan untuk yang pertama kalinya, aku jadi merasakan kebahagiaan yang berlipat - lipat. Tidak hanya satu, dua atau pun tiga. Melainkan empat sekaligus."

"Apa itu?" Tanya Rae Na.

"Kebahagiaan nomor satu dan terbesar adalah ketika si bayi itu lahir. Aku seperti mendatangkan sebuah nyawa baru di dunia ini. Kebahagiaan nomor dua ketika aku melihat si ibu dari bayi itu tersenyum senang, terlihat puas dengan kerja kerasku. Kebahagiaan nomor tiga adalah ketika si ayah atau pun keluarga lain dari bayi itu tersenyum senang, bangga dan mungkin terharu." Ujarku kemudian berhenti sejenak.

"Dan kebahagiaan nomor empat, kebahagiaan terkecil bagi orang lain namun menjadi kebahagiaan terbesar yang kupendam.. Aku merasa bangga pada diriku sendiri."

Ia tesenyum dan mengangguk mengerti. "Besok.. Kau sekolah?" Tanyaku pelan.

"Tidak.. Besok Sabtu, sekolahku libur." Jawab Rae Na dan setelah itu, keheningan terjadi diantara kami.

Aku menikmati posisi dudukku di ladang ini. Rasanya nyaman sekali. Seperti Rae na yang duduk disebelahku, kini aku mulai memejamkan mata.

***

Beruntung saja dokter yang merawatku sudah memperbolehkanku untuk pulang. Katanya, alat - alat yang kemarin ini kugunakan telah bekerja dengan baik sehingga hidungku sudah membaik.

"Besok.. Bolehkah kau datang ke rumah sakit?" Tanya Dokter Cho tiba - tiba.
Aku menaikkan kedua alisku. Sebenarnya, hari ini aku sudah bisa tidur kembali di rumah. Lalu untuk apa Dokter Cho memintaku datang lagi ke rumah sakit? Untuk konsultasi?

Tapi tanpa banyak bicara, aku menganggukkan kepalaku. Siapa tau aku masih bisa mendapatkan kesempatan emas untuk bersama Dokter tampan ini selama beberapa hari?
Semoga saja.

***

Aku memutuskan untuk menghampiri rumah Rae Na untuk memastikan kabarnya di malam hari itu.

"Jinjjayo? Rae Na belum pulang?" Tanyaku memastikan.

"Benar, kau mau menunggu? Atau mau titip pesan?" Tanya pembantunya Rae Na kepadaku.

Aku berdiri di depan pintu rumahnya, sama sekali belum memasuki lantai dalam rumah itu sendiri. Hanya mematung dan bersiap untuk mengatakan sesuatu sebelum akhirnya deru sebuah mobil menyadarkanku.

Itu Rae Na, bersama Dokter Cho.

Dengan senyum yang mengembang, Rae Na turun dari mobil itu dengan bantuan Dokter Cho. Tampak sangat serasi.

"Oh, Donghae sunbae-nim! Ada apa kau kemari?" Tanyanya santai.

Tidak tahukah ia bahwa aku telah menunggu disini selama hampir 2 jam? Lalu beberapa menit sebelumnya, seorang wanita paruh baya yang mengaku sebagai pembantu rumahnya menghampiriku yang tergeletak kedinginan hampir tak sadarkan diri di tengah cuaca dingin ini.

Dan baru kusadari, pembantu itu sehabis berbelanja dan meninggalakn rumah itu dalam keadaan kosong.

"Tidak ada apa - apa. Aku.. Pergi dulu.."

Sia - sia sudah perjuanganku untuk menunggu selama 2 jam.

Dan berakhir mengenaskan seperti ini.

***

Pagi - pagi sekali, aku datang ke rumah sakit itu lagi.

"Yoon Rae Na? Ah, itu pasti kau! Kau telah ditunggu oleh Dokter Cho di bilik UGD!" Ujar salah satu perawat dengan wajah ceria.

Ditunggu? UGD? Untuk apa?

Sebelum memasuki bilik UGD yang menembus dengan ruangan lainnya itu, beberapa perawat lainnya membantuku untuk mengenakan berbagai peralatan untuk memasuki ruang menyeramkan itu.

Hal pertama yang kulihat setelah membuka tirai itu adalah seorang ibu - ibu dengan keringat bercucuran dari dahinya dan Dokter Cho yang sedang menyemangati ibu itu.

"Yoon Rae Na! Untuk apa kau diam disitu? Cepat! Bantu aku!" Teriak Dokter Cho mengagetkanku.

Secepat kilat, aku menghampiri Dokter Cho dan menggantikannya untuk menyemangati ibu itu.

Sementara Dokter Cho fokus untuk memperhatikan proses keluarnya si bayi yang akan datang.

"Ayo, terus ahjumma!! Terus!! Sedikit lagi!!" Teriakku sambil mencontohkan cara untuk bernafas disaat - saat seperti itu.

Tak lama kemudian, suara tangis seorang bayi menggema di ruang UGD ini. Entahlah, aku merasa bangga dan seakan mendapatkan semangat yang baru.

"Itulah rasanya saat aku pertama kali berhasil menyelamatkan nyawa seorang bayi beserta ibunya." Ujar Dokter Cho sambil tersenyum senang.

Dan aku juga membalasnya dengan senyuman.

***

Esok harinya, Dokter Cho tiba - tiba menghilang dengan tanpa kabar.

Aku sangat terkejut. Seperti merasakan kehilangan yang amat sangat, hampa.

Tadi pagi, aku mengunjungi rumah sakit itu lagi untuk menemui Dokter Cho. Aku tidak tahu, tapi.. Mungkin aku merindukannya.

Tapi saat itu, para perawat berkata bahwa Dokter Cho telah berhenti bekerja di rumah sakit tersebut dan kembali ke kampung halamannya.

Saat aku bertanya tentang kampung halamannya, tidak ada satu pun orang yang mengetahui hal itu.
Dan kini, aku cemas bukan main.

***

Dengan sekotak coklat sebagai andalanku, aku lagi - lagi menghampiri rumah Rae Na dengan menggunakan motor.

Kali ini, aku ingin menembaknya secara langsung.

Belum aku mengetuk pintu rumahnya, tiba - tiba Rae Na telah membuka pintu itu dengan pakaian yang cukup rapi.

Tunggu. Ia akan pergi?

"Dongha sunbae-nim!" Panggilnya terkejut.

"Ada perlu apa kemari?" Tanyanya sambil menatap diriku.

"Kau mau pergi?" Tanyaku sebelum menjawab pertanyaannya.

Ia mengangguk, lalu berkata, "Aku ingin.. Mencari Dokter Cho. Ia menghilang tanpa kabar.."

"Tadinya aku ingin menembakmu berhubung menurutku, Dokter Cho itu belum menyatakan perasaannya kepadamu. Tapi melihat kau begitu khawatir saat Dokter itu tak ada disampingmu, aku jadi merasa kalah." Ucapku yang membuatnya tertegun.

"Saat aku tidak datang untuk menjagamu di rumah sakit, Dokter Cho menggantikan kehadiranku dan malahan, ia dapat membuatmu terlihat sungguh bahagia. Tapi saat Dokter Cho tidak berada di sampingmu, aku merasa tidak bisa menggantikan sosoknya itu.. Terutama sosoknya di hatimu."

Ia terdiam. Kurasa ia mulai mengerti sekarang.

"Kau butuh tumpangan? Kurasa aku tahu seseorang yang mengetahui keberadaan Dokter Cho saat ini."

***

"Hee Ra eonni! Kumohon!! Aku yakin kau pasti tahu dimana Dokter Cho berada.." Pintaku hampir menangis kepada Hee Ra eonni.

Saat ia tak kunjung menjawab, akhirnya aku berlutut di depannya, hanya untuk meminta lokasi dimana Dokter tampan itu berada."Yoon Rae Na.. Jangan seperti itu.." Ujar Hee Ra eonni lalu membantuku berdiri..

"Dia berada di Jeju, ia disuruh appanya untuk mengurus perusahaan keluarga.. Ini, ini alamatnya.."
Akhirnya, aku mendapatkan apa yang kumau.

***

Pagi - pagi buta, seseorang mengetuk pintu rumahku dengan tergesa - gesa.

Setengah sadar, aku membukakan pintu rumahku.

Dan sungguh, aku benar - benar terkejut saat melihat Rae Na berdiri mematung di depan pintu itu.

Rae.. Na?

Mungkin itu hanya ilusinasi.

Tapi, ternyata dugaanku salah. Tiba - tiba, Rae Na memelukku dengan sangat amat erat.

Aku yang hanya menggunakan pakaian tidur pun menjadi agak limbung saat dirinya memeluk diriku.

"Jangan pergi.. Aku takut semangatku hilang saat kau pergi.." Lirihnya tepat di telingaku.

Aku diam. Bukan tak ingin bicara, tapi kurasa pita suaraku seakan menolak untuk bekerja.

Ia mengeratkan pelukannya saat aku tak kunjung berkata apa pun, seakan tak ingin aku pergi.

"Aku.. Tidak akan pergi."

*EPILOGUE*

"Kau, babo! Begini saja tidak bisa!" Ucap seorang namja kepada yeoja di sampingnya sambil melemparkan sebuah bola basket ke dalam ringnya.

Bola itu masuk ke dalam ring dengan mulusnya, lalu si namja itu mengambilnya lagi.

"Pantas saja sewaktu itu hidungmu sampai berdarah. Lain kali, jika kau tidak bisa main basket, tidak usah mendaftar ke dalam team itu.." Ujar si namja seraya berjalan mendekat kearah si yeoja.

"Tapi jika bukan karena aku yang bodoh, maka kita tak akan pernah bisa bertemu, Cho Kyuhyun." Ujar si yeoja yang selama ini diam.

Yeoja itu mengembungkan pipinya, kesal.

Namja yang bernama Cho Kyuhyun itu hanya terkekeh pelan, lalu kembali melemparkan bola itu ke dalam ringnya.

"Benar. Dan karena itu, aku menjadi namja bodoh untuk menjadi namja chingumu, namja yang mencintai si yeoja babo.."

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...