Wednesday, January 2, 2013

Halo, Bali! -Chapter 3 : Lucky OR Unlucky?-




Pagi yang cerah membuka hariku disaat itu. Ternyata, tidur di tempat yang suram bukanlah suatu pengalaman yang patut di sesali. Ditambah lagi dengan banyaknya peraturan - peraturan konyol yang kami buat seperti ingin menguatkan persaudaraan saya dan kakak - kakak saya.


Si Pak supir datang untuk menjemput kami tepat waktu, jam setengah 6 pagi. Di pagi - pagi seperti itu, kami sudah bersiap - siap untuk pergi ke laut.

Di laut itu, saya lebih memilih untuk duduk - duduk sambil membaca buku novel yang menjadi makanan saya selama bosan.

2 jam di pinggiran laut seakan 15 menit terasa. Tahu - tahu, keluarga saya lainnya telah menghampiri saya yang sedang asyik membaca buku sambil mendengarkan musik.

Menurut cerita mereka, di laut ini banyak lumba - lumbanya. Tak tanggung - tanggung, mereka juga mengunjungi taman laut di dekat situ.

Saya sendiri hanya tersenyum tipis menanggapi kalimat demi kalimat yang mereka lontarkan dengan perasaan -tentunya- bahagia.

Kami menghabiskan beberapa waktu di hotel yang suram itu. Dalam hati,

Waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore, tapi kami sendiri belum sampai di lokasi.

Jujur, saya ingin mengusulkan untuk tidak usah pergi saja. Tapi saya kain usul tersebut akan di tolak karna ayah saya sendiri juga orangnya pantang mundur. Baginya, pekerjaan itu tidak boleh dilaksanakan setengah - setengah.

Tapi toh akhirnya karna banyak yang tak setuju, akhirnya perjalanan kami batal juga.

Karena mobil yang mogok itu, akhirnya kami sekeluarga ber delapan menaiki sebuah mobil Grand Livina.

Seperti biasa, pembagian tempat duduk dibagi menjadi 3 bagian dengan posisi saya duduk di bagian paling belakang bersama kedua kakak saya.

Namun kali ini berbeda. Kursi di baris ketiga itu sangat amat sempit tempatnya.

Dengan ukuran tubuh kami yang cukup besar, hal ini tentu menjadi sebuah masalah yang harus diatasi sendiri. 

Tidak mungkin, kan, kalau kita memprotes kepada si pemilik mobil yang sedang mengemudikan mobil ini? 

Beruntung, kita sudah diberi tumpangan gratis.

Saya rasa, duduk di depan jauh lebih baik daripada duduk di belakang. Hal ini bisa dilihat dari kursi - kursi di baris depan yang jauh amat sangat terlihat lebih lega dengan fasilitas 'terkena' pendingin ruangan yang menggiurkan.

Berulang kali, saya dan kakak - kakak disamping saya mencari posisi senyaman mungkin untuk tetap duduk di posisi yang sama dalam beberapa menit itu. Setelah sepertiga perjalanan, akhirnya kami seperti orang yang habis olahraga. Banyak sekali keringat yang bercucuran di wajah kami masing - masing.

Entah karena apa saya juga bingung, tapi begitu saya melihat ke depan, pendingin mobil itu memang masih menyala.

Bahkan, kami sendiri kesulitan untuk mengusap keringat - keringat yang terjun bebas di wajah kami saking sempitnya.

"Pengennya jalan kaki, nih.." Bisik saya kepada kakak - kakak perempuan saya. Sepertinya, mereka yang tidak tahan panas itu sudah megap - megap tidak tahan dengan kondisi suhu di kursi penumpang bagian belakang yang terlampau 'gerah'

Dengan perjuangan yang amat sangat, akhirnya kami sampai di hotel yang sangat amat lebih baik daripada yang kemarin.

Dan hal ini membuat saya tersenyum lega sekalipun dalam keadaan setengah mabuk.

Benar - benar rasanya seperti di kejar kilat, saya yang tadinya disuruh mandi sore malah tidak bisa mandi.

Ternyata, mobil sewaan yang mogok itu digantikan oleh sebuah mobil dengan ukuran yang sedikit lebih luas.

Hal itu membuat saya merasa beruntung. Ditambah dengan pendingin ruangan yang kebetulan terletak di 

bagian kursi belakang yang nampaknya tak seperti mobil - mobil yang biasanya saya tumpangi, hal itu semakin menambah beberapa point baik di hari ini.

Semula, kami berencana untuk makan malam di sekitar Jimbaran. Tapi sungguh, kondisi jalanan saat itu macet total dan tempat tersebut akan segera tutup pada pukul 11 malam.

Dalam hati, saya takut akan kehabisan makanan.

Sama seperti saya, kakak perempuan saya setiap beberapa menit sekali melirik jam tangannya.

Tepat jam 9 malam sekarang.

2 jam mana cukup untuk mengatasi kemacetan ini?

Akhirnya, Jimbaran-pun batal.

Kami akhirnya berhenti di sebuah tempat yang terang benderang dengan lapangan parkir yang tidak cukup luas.

"Woah!" Gumam saya terkejut saat melihat isi daripada tempat itu.

Beberapa meja makan besar disusun berderet dengan penerangan -seperti yang tadi saya bilang- sangat terang.

Ruang makan itu terkesan sangat luas -atau mungkin memang luas- dan yang membuat saya terpukau, berpuluh - puluh pekerja semuanya menyelesaikan tugas mereka masing - masing, tak ada yang menganggur.

Tapi, sayangnya menu makanan yang tersedia tidak sesuai dengan tempatnya.

Disana - sini, banyak yang habis. Bahkan, ayam kesukaan saya pun juga ikut - ikutan habis.

Benar - benar dengan makanan seadanya, kami menghabiskan apa yang kami pesan dalam waktu yang singkat. Entahlah, mata saya sendiri sudah mengantuk. Berulang kali saya menguap dan mencoba untuk tetap menyadarkan diri, tapi nampaknya hal itu terlihat sulit sehingga saya sudah terlelap pulas ketika saya menduduki kursi mobil lagi.

It was a great day with so many obstacles. Like a puzzle, we have to solve them without any regrets.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...