Sunday, December 30, 2012

Halo, Bali! -Chapter 2 : Musibah di Hari Indah-



Setelah itu, kami melanjutkan perjalanan kami ke Bedugul. Awal mula, kondisi cuaca saat itu hanya gerimis sehingga saya berkata, "Cuma gerimis. Ga perlu bawa payung kali."

Tapi semenit kemudian, saya menyesali perkataan saya sendiri. Menit demi menit, hujan turun semakin deras.


Rencana berfoto yang telah kami susun baik - baik terpaksa dibatalkan begitu saja. Dan parahnya, saya bersama seorang kakak perempuan saya terjebak dalam sebuah tenda yang benar - benar tidak bisa digunakan untuk berteduh dalam jangka waktu yang lama.

Bukan karena apa, tapi tenda itu agak terbuka dan juga arah datang hujan pada saat itu yang tak menentu.

Jadilah kami terjebak di tenda tersebut selama kurang lebih satu jam.

Tiba - tiba, ayah saya datang dengan membawakan sebuah payung bersamanya. "Foto dulu di dekat dermaga sebelum pulang." Ujarnya dengan senyuman yang membuat saya mengerutkan kening.

Apa dia sedang bercanda? Mau foto di saat hujan - hujan seperti ini? Terlebih lagi, jarak tenda tersebut dengan dermaga tidak bisa dibilang dekat jika dalam keadaan hujan seperti itu.

Setiap kali kami mencoba untuk keluar dari tempat berteduh, hujan selalu saja mengguyur daratan dengan lebih deras. Rasannya seakan hujan pun melarang kita untuk pergi berfoto.

Basah, lengket, kotor. Kata - kata seperti itu yang dapat mendeskripsikan keadaan saya setelah kami sampai di mobil sewaan.

Hujan masih turun deras namun cuaca sekitar tidak begitu dingin. Berulang kali saya mencoba untuk tidak tidur dalam keadaan basah, lengket dan otor seperti itu. Tapi apa boleh buat, saya ini memang pecinta tidur dan ya, saya tertidur pulas dalam kondisi seperti itu. Agak risih sebenarnya.

***

Saya baru membuka mata ketika mobil kami berhenti tepat di depan sebuah gedung tua yang memiliki 2 lantai (kalau saya tidak salah ingat.)

Pertama kali memasuki lobby itu, pikiran - pikiran buruk mulai menghampiri otak saya. Kesan 'suram' yang di timbulkan oleh hotel milik orang Swedia itu agaknya tidak terlalu cocok dengan selera saya.

Begitu telah mendapatkan kunci kamar, saya segera memasuki kamar itu berhubung kakak perempuan saya ingin pergi ke toiletnya.

Dan ya, pikiran saya terbukti saat saya membuka pintu hotel itu.

Pertama, dilihat dari penerangan kamar itu yang sangat amat suram. Kedua, dilihat dari kamar mandi yang design nya sama sekali tidak sesuai dengan selera saya. Ketiga, kamar tersebut banyak serangga.

Tiga alasan tersebut membuat saya mengusulkan untuk pindah kamar. Berhubung kamar orang tua saya menempati kamar di lantai 2, saya akhirnya mencoba untuk me-review kamar itu terlebih dahulu. "Siapa tahu saja kamar yang diatas lebih baik daripada yang tadi." Ucap saya kepada kakak - kakak perempuan saya yang sudah mulai letih.

Setelah memastikan bahwa kamar orang tua kami -setidaknya- lebih baik daripada kamar dibawah yang tadi, akhirnya usulan saya pun diterima.

Berhubung saya dan kedua kakak saya sama - sama penakut (sebenarnya kakak kedua saya tidak begitu penakut. Tapi setelah memperdalam arsitektur bangunan tua itu, akhirnya dia menjadi takut) , akhirnya kami membuat beberapa peraturan konyol -yang tentunya hanya berlaku di kamar kami- sebagai berikut :

1. Jika sedang mandi, tidak perlu tutup pintu.

2. Tidak boleh meninggalkan seseorang sendirian.

3. Tidak boleh saling mendahului untuk tidur.

Saya menghela napas pelan sambil berharap bahwa saya bisa tidur malam ini. Ya, semoga saja.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...