Tuesday, October 2, 2012

Life and Destiny



Title : Life and Destiny
Length : Ficlet
Genre : school life, tragedy
Casts : 'Aku' as reader
Kevin ( U-kiss ) as cameo
others   
Author : ssdnn 
Rating : General



Annyeong reader-deul!! Berhubung itu minggu depan saya UTS, saya jadi mau publish 1 FF lagi.. Mungkin, MUNGKIN aja.. itu saya ga bakal update ini blog sampe sekitar tanggal 20.. Kenapa? Soalnya saya UTS dari tanggal 8 -16 dan setelah itu, sekolah saya ngadain study wisata^^
Well, disini saya juga minta maap karena si 'Kevin' ini cuma saya jadiin cameo~~
So, dari pada banyak ceramah lagi,
Happy reading, guys!~

***


Pagi ini, aku terbangun pada pukul 7 lewat 15 menit. “Astaga! Aku terlambat interview kerja!” pekikku sembari turun mengambil kemeja dari lemari pakaianku dan mandi. Setelah membuang waktu selama 10 menit di kamar mandi, aku turun ke basement dari apartemen yang kutinggali ini. ‘Bisakah Lift ini berjalan lebih cepat?!?’ tanyaku dalam hati ketika lift ini masih berada di lantai 10. Dengan modal tenaga pagi dan kenekatan, aku keluar dari lift dan menyusuri tangga darurat untuk sampai di basement. “Ya Tuhan! Kunci mobilku tertinggal di kamar!” ucapku tanpa sadar seraya menepuk dahi.
Aku memutuskan untuk berlari menaiki tangga menuju lantai 15, lantai dimana ruangan apartemenku berada. Setelah mengambil kunci mobil dan memastikan tidak ada yang tertinggal, aku kembali lagi menuruni tangga menuju lantai basement. “Kenapa mobilnya tak bisa dinyalakan?!?” teriakku saat aku lagi – lagi gagal dalam menyalakan mesin mobil yang sudah usang itu. “Argh!” umpatku dan segera berlari menuju kantor tempatku akan mendaftarkan diri.

“Maaf, tapi pakaianmu basah dan kau terlambat selama 30 menit. Kau kami tolak.” ucap pimpinan perusahaan itu dengan datar, namun dengan jelas kalimat itu menancap di hatiku. ‘Ini karena mobil itu!’ makiku dalam hati seraya menendang sebuah kaleng minuman di jalanan.


 “Kau! Ganti rugi! Lihat, mobilku menjadi penyok seperti ini karena tendangan kalengmu itu! Kalau kau ingin bermain sepak bola, jangan disini, tapi di lapangan!” teriak seseorang yang membuatku takut. Dan dengan terpaksa, aku merelakan beberapa lembar uang yang berada di dompetku itu.

‘Kring.. Kring..’

Aku mengangkat telepon genggamku yang sedang berbunyi. “Halo? Apa?!? Tapi kena- Halo?” ucapku terputus ketika kekasihku itu memutuskan hubungan via telepon kami. ‘Setelah terlambat bangun, ditolak perusahaan, membayar ganti rugi karena ulahku, diputusi oleh pacarku sendiri, lalu apa lagi kejadian buruk yang akan menimpaku setelah ini? Tuhan, bahkan sekarang ini belum lewat dari kata siang hari tapi Kau telah memberikanku banyak cobaan? Bagaimana bisa aku melewati hari jika kejadian buruk seperti ini tetap terjadi?!?’ protesku dalam hati dan tanpa kusadari, ternyata aku terlambat untuk memasuki kelas pada hari ini.
Sekarang mataku sedang mencari – cari sebuah buku tentang sastra. Ya, karena terlambat, aku tidak diperkenankan untuk mengikuti pelajaran pertama di universitasku ini. Kebetulan sekali, dosen jam pertama yang mengajar adalah dosen yang killer. Jadi menurutku, tidak mengikuti pelajarannya tidaklah buruk.
‘Ah! Itu dia!’ batinku seraya menunjuk sebuah buku yang kuinginkan. Namun aku terlambat, ternyata sudah ada seseorang yang memegang buku itu dan mengambilnya. Aku kembali melihat – lihat buku di bagian komik, namun sepertinya setelah kejadian pada hari ini, aku sudah tidak bernafsu lagi untuk membaca buku. “Astaga! Aku juga melewatkan pelajaran jam kedua!” teriakku tanpa menyadari bahwa aku kini sedang berada di dalam ruangan perpustakaan. “JANGAN BERISIK!” teriak petugas perpustakaan itu kepadaku yang kubalas dengan cengiran lebar.


Karena sudah terlanjur melewatkan 2 jam pelajaran, kini aku tetap terduduk di perpustakaan. Aku memutuskan untuk membolos pada hari ini. “Toh juga hari ini cuma 3 jam pelajaran.” ucapku dalam hati seraya bermalas – malasan di perpustakaan.
“Kau dipanggil Sir Kevin.” ucap salah seorang sahabatku itu ketika kami berpas – pasan di koridor kelas. ‘Apa aku berbuat salah kepada dosen killer itu?’ batinku seraya berjalan menuju ruangan kerjanya.
“Aku memanggilmu kesini untuk memberitahu bahwa nilaimu kukurangi 1 poin karena keterlambatanmu tadi.” ucapnya datar, namun lagi – lagi kalimat itu menancap hatiku untuk yang kedua kalinya. “Jadi berapa Sir?” tanyaku memastikan. “99. Sayang, bukan? Seharusnya bisa 100, tapi karena kau terlambat tadi, maka aku menguranginya.” katanya enteng. ‘Tuhan.. Tidak tahukah Kau bahwa aku telah mengharapkan nilai itu selama 2 tahun terakhir ini?’ ujarku dalam hati seraya menutup mata, mencoba untuk menahan tangis. “Makasih, Sir atas informasinya.” ucapku sambil mengusahakan untuk tersenyum.

“Tin Tin!” bunyi klakson sebuah mobil mengganggu kegiatan berjalanku dan setelah itu, aku merasakan serluruh kejadian berputar dengan cepat.
          Aku kembali sadar ketika aku merasakan sakit pada lututku. “Ah! Darah..” rintihku hampir menangis. ‘Tidak tahu kah Kau bahwa aku sangat takut pada darah?’ protesku dalam hati seraya berjalan pelan – pelan menuju rumah sakit terdekat.
“Lukanya tidak parah, tapi diusahakan jangan banyak jalan untuk 2 hari ini.” kata dokter itu dan berlalu pergi. ‘Setelah ditabrak, kini aku harus membayar?!?’ omelku dalam hati seraya menyerahkan beberapa lembaran uang ratusan ribu rupiah itu dengan terpaksa.

Aku melirik kearah jam tangan yang telah melingkar sejak tadi di pergelangan tangan kiriku. ‘Ya Tuhan! Aku terlambat les musik!’ batinku seraya berlari sembari membawa tas ranselku, tanpa memperdulikan rasa sakit yang telah menjalar di seluruh bagian kakiku.
“Maaf, aku terlambat.” ucapku sambil terengah – engah kepada guru itu. “Duduk.” perintahnya dan setelah itu, ia menceramahiku dengan berbagai bahasa. Aku menanggapi kalimatnya itu dengan anggukan ataupun gumaman kecil. ‘Lagi – lagi gak belajar deh.’ ucapku seolah menebak kejadian selanjutnya yang akan terjadi di tempat les ini.

Setelah diperbolehkan untuk pulang, aku menangis seraya berjalan seorang diri menuju apartemen. Aku menatap langit dan seketika itu juga, aku merasa bahwa kini langit sedang menangis bersamaku ketika aku melihat warna langit itu telah berubah menjadi hitam dan didukung dengan beberapa tetes rintik hujan.

“Setelah terlambat bangun pagi, ditolak perusahaan, membayar ganti rugi, diputusi pacar, terlambat masuk kelas, nilaiku dikurangi 1 poin, kakiku luka dan berjuang untuk berjalan menuju tempat les yang pada akhirnya juga tidak belajar, kini cobaan apa lagi yang Kau berikan padaku? Tidakkah Kau melihat bahwa langit saja sepertinya mengerti perasaanku? Tidakkah langit itu membisikan segala penderitaanku pada hari ini kepadaMu? Mengapa hidupku ini dipenuhi kegagalan, penolakan, kerugian dan juga kepedihan? Mengapa hari ini tak ada kejadian yang membuatku tersenyum?” teriakku seraya menundukkan kepalaku di tengah halte yang sepi namun tidak kedap air ini. Tentu saja sepi. Lagi pula, siapa yang ingin menaiki bis setelah jam 10? Mungkin memang hanya aku yang melakukannya.

Aku berhenti berteriak ketika aku merasa air hujan itu tidak menetes lagi. Aku mengangkat kepalaku dan melihat seorang laki – laki sedang memanyungiku. Aku terheran ketika menyadari bahwa ia membiarkan badannya diterpa angin dan hujan sekaligus dan memberikan payungnya itu padaku.



“Pakailah, aku takut kau masuk angin. Bis tidak lagi beroperasi pada malam hari. Dan maaf karena telah menguping teriakanmu tadi, tapi kurasa kepedihan, kerugian, penolakan dan kegagalanmu itu tidak seberapa. Ingat, di atas langit masih terdapat langit yang lainnya dan di bawah tanah masih terdapat tanah yang lainnya. Lagipula, bagaimana jika kejadian yang menimpamu itu adalah kegagalan setelah kau belajar untuk mencapai nilai terbaik, namun semua usaha itu sia – sia karena uangmu yang telah habis? Bagaimana dengan penolakan yang kau terima ketika kau telah memenuhi segala permintaan pacarmu itu? Tidakkah itu namanya kau diperalat? Lalu bagaimana jika kerugian yang kau alami itu berasal dari sebuah tuduhan penggunaan narkoba pada sebuah toko makanan yang merupakan satu – satunya sumber hidupmu? Bukankah hal itu juga merangkap sebagai kepedihan? Dan hal itulah yang kualami pada hari ini. Tapi aku sadar, tidak selamanya hidup ini akan berjalan dengan bahagia. Dan asal kau tahu, hidup ini tak bisa disebut sebagai ‘hidup’ jika di dalamnya hanya menceritakan tentang kepedihan atau pun kegembiraan. Hidup ini disebut sebagai ‘hidup’ jika di dalamnya terdapat kepedihan dan kegembiraan yang menyatu, yang tidak kau alami sendiri.” ucap laki – laki itu seakan membuka mata hatiku. Detik berikutnya, aku tersenyum kepadanya. Lalu sebelum aku membuka mulutku untuk berterima kasih, ia telah berlari menembus jalanan yang basah dan dipenuhi oleh rintik air hujan. “Lihatlah, bukankah hari ini aku telah membuatmu tersenyum? Payung itu untukmu, kurasa kau dapat mengembalikannya lagi jika kita di takdirkan untuk bertemu kembali!” teriaknya dari seberang jalan, seraya melambaikan tangannya. “Sampai jumpa!” lanjutnya lagi yang kubalas dengan senyuman. “ K.H?” gumamku seraya membaca inisial namanya yang terletak pada gagang payung itu. “Baiklah, kurasa semua yang kau katakan tadi benar.” kataku sambil tersenyum dan berjalan dengan pelan menuju apartemenku. Tapi kini, aku tidak sendiri, aku bersama rintik hujan dan payung baru yang menemaniku. Dan kuharap, aku dapat mengembalikan payung ini kepadanya, suatu hari nanti.

-FIN-

Hayo, kira - kira yang namanya K.H siapa? Reader mau sequelnya gaa?? -> yaampun.__.
Gomawo yang udah baca^^
JANGAN LUPA COMMENTNYA, YAA~

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...